Senin, 08 Desember 2014 1 komentar

HUKUM “TABATTUL” DALAM PANDANGAN ISLAM




Oleh: Fahmi Nur Hamidah

MUQODDIMAH
Jika ada sebuah ikatan yang menjadikan apa-apa yang sebelumnya keji dan seburuk-buruk jalan menjadi kenikmatan yang penuh barakah maka itu adalah ikatan pernikahan. Jika ada akad yang menjadikan sebuah jalinan perasaan yang sebelumnya haram menjadi halal dan suci maka itu adalah akad nikah.[1]
Allah mengatur segala urusan hambanya dengan sesempurna mungkin. Allah menciptakan siang dan malam begitu pula Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Sudah fitroh memang, laki-laki tertarik dengan perempuan dan begitu pula sebaliknya. Sampai Nabi memerintahkan umatnya agar menikah jika sudah mampu. Syariat itu dibuat tidak lain untuk kemaslahatan umat Islam.
Dan juga firman Allah yang artinya:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S An-nur:32)
Sudah jelas disini bahwa Menikah sangat dianjurkan dalam Islam, lalu bagaimana dengan orang-orang yang membujang selama hidupnya (tabattul) dengan berbagai alasan? Dan terkadang agar lebih fokus beribadah mereka memilih tidak menikah. Apakah itu diperbolehkan? Dan apakah tabattul adalah termasuk dosa besar?[2]
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
a)      Menurut Bahasa: التبتل asal kata ini berarti memutus.
b)      Menurut istilah : Yang dimaksud disini adalah memutuskan diri dari wanita untuk beribadah.[3]
B.     Pembagian tabattul
1)      Tabattul yang terpuji
Allah memerintahkan tabattul ini. Fokus beribadah kepada allah dengan niat ikhlas setelah menyelesaikan kebutuhannya.

 وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلاً ( Q.S Al-mujammil: 8)
Artinya:
 “Sebutlah Nama Rabb-mu, dan bertabattullah (beribadahlah) kepada-Nya dengan penuh ketekunan.”
Makna ayat ini adalah perintah agar menggunakan seluruh waktunya untuk Allah dengan ibadah yang ikhlas.[4]
Yaitu memperbanyak dzikir, dan meninggalkan semua yang menghalanginya, dan mencurahkan tenaga, pikiran, waktu untuknya untuk beribadah dari segala kesibukannya.
Dari ibnu Abbas dan Mujahid, Abu Sholih, ’athiyah, waddihak, dan sadii: ( وتبتل إليه تبتيلا) ا yaitu ikhlas untuk beribadah. Dan Al-Hasan berkata: ihklas untuk beribadah. Ibnu jarir berkata: bahwasanya Nabi melarang tabattul yaitu, memutus kepada ibadah dan meninggalkan menikah[5]

2)      Tabattul yang tercela
Yang dimaksud dengannya ialah memutuskan hubungan dari manusia dan komunitas, menempuh jalan kependetaan untuk meninggalkan pernikahan, dan menjadi pendeta di tempat-tempat sembahyang.
Dan yang akan kita bahas kali ini adalah tentang tabattul yang tercela.

عن سعد بن أبي وقاص رضي الله عنه  قال رد رسول الله صلى الله عليه وسلم على عثمان بن مظعون التبتل ولو أذن له لاختصينا
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, ia mengatakan: "Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak hal itu pada ‘Utsman bin Mazh’un. Seandainya beliau membolehkan kepadanya untuk hidup membujang, niscaya kami membujang."[6]
Sa’ad bin Abi Waqqash meriwayatkan bahwa Utsman bin Mazh’un bermaksud untuk meninggalkan segala kenikmatan hidup karena saking semangatnya untuk beribadah. Ia kemudian memita izin kepada Nabi untuk memutuskan diri dari wanita dan fokus untuk taat kepada Allah, namun beliau tidak izinkan karena meninggalkan kenikmatan hidup dan fokus beribadah semata, termasuk sikap berlebihan dalam agama dan ajaran kependetaan yang tercela. Agama yang benar adalah menunaikan hak ibadah untuk Allah, namun juga memberikan bagian kenaikan- kebaikan dunia untuk jiwa. 

C.     Alasan Melakukan Tabattul dan hukum-hukumnya
Terkadang ada beberapa alasan yang melatar belakangi mengapa seseorang tidak menikah sampai akhir hayatnya. Diantaranya:
a)      Demi menuntut ilmu.
Seseorang ada yang pernah mengatakan, ia ingin mencari ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak habis-habis mencari ilmu. Hampir semua universitas ia cicipi. Usianya sudah begitu lanjut. Bila ditanya kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari ilmu.
Ada sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam hal mencari ilmu: lau anffaqta kullaha lan tashila illa ilaa ba’dhiha, seandainya kau infakkan semua usiamu untuk mencari ilmu, kau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya sebagiannya. Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup kita tidak akan pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah tuntutan fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu dulu baru setelah itu menikah.
Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak mesti harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan. Kalaupun Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak menikah demi ilmu, silahkan saja.
Tidak mau menikah atau tidak sempat menikah hingga akhir hayat kiranya amat jauh berbeda maknanya. Benar ada beberapa ulama yang hingga akhir hayatnya tidak sempat menikah oleh sebab beberapa faktor keadaan yang menekan, seperti ia tertekan dari musuh-musuh islam sehingga harus dipenjara hingga ajal menjemputnya sebagaimana Syaikh al Islam Ibnu Taimiyyah-rahimahullah ta’ala.
      Namun ulama islam yang mulia ini bukan bersikap enggan menikah  atau bukan bersikap monastisisme (mengharamkan diri untuk menikah), melainkan beliau tidak berkesempatan untuk menikah oleh sebab ajal merenggutnya sebelum ia mempunyai kesempatan.
 Tetapi apakah kualitas ilmu Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda telah rugi dua kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama tidak menikah karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat menikah, apakah Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda tidak ada waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak ulama yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat pencapaian ilmunya juga. Agar seimbang. Banyak faktor yang melatar belakangi seseorang tidak menikah, apapun alasnnya, Islam tetap menganjurkan menikah dan melarang tabattul.
b)      Takut tidak bisa menafkahi istri dan anak-anak
Rasulullah telah memberikan contoh yang sangat mengagumkan dalam masalah pernikahan. Beliau menikah dengan sembilan istri. Padahal beliau secara ekonmi bukan seorang raja atau konglomerat.
 Tetapi semua itu Rasulullah jalani dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas kerasulannya terbengkalai. Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus dipermasalahkan, melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya tidak perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora fitrah yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri. Masing-masing orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan ia sendiri yang menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia terus ditahan-tahan.
c)      Ingin lebih fokus beribadah
Dari Anas r.a berkata, bahwa nabi muhammad bersabda yang artinya: “Bahwasanya Rasulullah memerintahkan untuk menikah bagi yang mampu dan melarang tabattul dengan larangan yang sangat keras.”[7] Seperti telah diterangkan sebelumya hahwa tidak menikah dengan alasan agar fokus beribadah tetap tidak dibolehlan  seperti keterangan hadits diatas. Karna itu merupakan perbuatan guluw dalam ibadah.
Dari penjelasan diatas telah jelas bahwa menikah adalah perintah Allah langsung, dan at-Tabattul adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam. Ulama mataakhirin sepakat bahwa tabbatul adakah dosa besar karna ini adalah sebuah la’nat. Rasulullah melaknat perbuatan ini. Rasulullah bersabda yang artinya: “Allah mela’nat orang-orang yang tabattul dari kalangan laki-laki yang mana mereka mengatakan “ kami tidak akan menikah dan begitu juga para wanita yang tidak menikah yang mengatakan hal yang sama.”[8]
PENUTUP
Tidak ada pembujangan dalam islam. Ya mungkin itu kalimat yang tepat bagi semua pemuda maupun pemudi dilihat dari kaca mata islam. Islam tidak membenarkan pelepasan naluri seksual tanpa batas dan ikatan. Oleh karena itu islam mengharangkan zina dan segala sesuatu yang dapat membawa manusia dalam perzinahan.

            Akan tetapi islam juga memerangi perasaan yang bertentangan dengan naluri ini, islam menyerukan pernikahan dan melarang pembujangan. Seorang muslim tidak boleh berpaling dari pernikahan sedangkan ia mampu melaksanakannya, dengan beralasan mencurahkan segala kehidupannya demi beribadah semata kepada Allah ta’ala atau memutuskan diri dari kehidupan duniawi maupun alasan lain sebagainya.
Dalam hadistnya Rasulullah bersabda:
إنما أنا أعلمكم بالله و أخشاكم له, و لكني أقوم و أنام و أصوم و أفطر و أتزوج النساء. فمن رغب عن سنتي فليس مني ( رواه البخاري)
Sesungguhnya aku adalah orang yang paling kenal kepada Allah dan paling takut kepada-NYA, akan tetapi aku melakukan sholat malam dan tidur juga, aku berpuasa dan berbuka, dan aku juga menikah dengan wanita. Oleh karena itu barang siapa membenci sunnahku maka dia bukan dari golonganku”
            Hadits diatas dengan jelas menerangkan kepada kita semua khususnya bagi mereka yang belum menikah, bahwa menikah adalah dari sunnah nabi, bahkan beliau sangat membenci bagi orang yang tidak menikah sedangkan ia mampu melakukannya. Karana salah satu tujuan menikah adalah untuk menjaga kemaluan agar tidak terhindar dari sesuatu yang haram yaitu perbuatan zina.
Dan ditakutkan jika seseorang meninggalkan pernikahan maka akan menimbulkan kerusakan.


Daftar pustaka
PDF, Imam Adz-dahabi kitab, Al-kabair
Maktabah syamilah ahlaq fil Islam
Alu Basam Abdullah, Fiqh hadits Bukhori dan Muslim.
Muhammad bin Abi Abbas Al-jawazir an iqtirof Al-kabair
http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/katheer/sura73-aya8.html,
Muslimahzone.com beranda pernikahan



[1] Muslimah zone beranda pernikahan, 05 November, 19:10
[2] Semua larangan Allah dan Rasulullah yang tercantum didalam Al-qur’an dan as-Sunnah serta atsar dari para salfus    shalih(dalam kitab Al-kabair oleh Imam Adz-dahabi).
[3] Fiqh hadits Bukhori dan Muslim, hal.875
[4] Maktabah syamilah (ahlaq fil Islam jilid 4 hal.6239).
[5] Tafsir ibnu katsir http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/katheer/sura73-aya8.html
[6] Fiqh hadits Bukhori dan Muslim, hal.875
[7] Maktabah syamilah, fatawa syar’iyyah fil masa’il tobiyyah jilid 1 hal.98
[8] Al-jawazir an iqtirof Al-kabair ‘ali jilid2 hal.3
Senin, 17 November 2014 0 komentar

NOVEMBER



Tak peduli meski manusia membenci…

Tak peduli meski cinta tak ada dihati…

Biarkan aku sendiri….

Tapi, belum mampu membisu…

Berbisik pada cela-cela hati…

Disini ku bertahan….

Kucoba perbaiki semuanya….

Tapi, apalah daya….

Aku hanya insan biasa….

 
;