Senin, 17 November 2014 0 komentar

NOVEMBER



Tak peduli meski manusia membenci…

Tak peduli meski cinta tak ada dihati…

Biarkan aku sendiri….

Tapi, belum mampu membisu…

Berbisik pada cela-cela hati…

Disini ku bertahan….

Kucoba perbaiki semuanya….

Tapi, apalah daya….

Aku hanya insan biasa….

Jumat, 14 November 2014 1 komentar

Hukum Memakai Bulu Mata Buatan





Oleh: Fahmi Nur Hamidah

MUQODDIMAH
Di era globalisasi saat ini tampil modis dan tidak ketinggalan zaman adalah idaman setiap orang yang memperhatikan penampilan luar, apalagi dikalangan wanita yang sangat identik dengan fasion. Tampil cantik itu memang harus apalagi ditunjukkan untuk suami tercinta.
Perkembagan teknologi modern telah membawa manusia menuju era baru dalam kehidupan. Yakni ruang kehidupan yang diwarnai berbagai fasilitas serba modern. Bidang perawatan wajah dan kecantikan juga turut andil didalam berbagai kesempatan dan peluang untuk memperoleh hasil maksimal dan memuaskan melalui cara yang ringkas, mudah dan cepat. Seolah semua cara diperoleh agar tampak cantik dan menawan.
Tapi apakah cara yang kita lakukan untuk mempercantik diri sudah sesuai atau malah sebaliknya mungkin adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam. Salah satu bentuk mempercantik diri yang sering dilakukan saat ini adalah para wanita gemar mamakai bulu mata buatan, apakah hal ini dilarang dalam Islam? Atau Islam memperbolehkan hal ini jika dihadapan suami? Makalah ini hadir akan sedikit memberikan gambaran mengenai satu prilaku yang sering dilakukan banyak wanita demi mempercantik diri.
PEMBAHASAN
A.                     Pengertian
a.            Bulu Mata
Adapun yang dimaksud dengan bulu mata disini adalah bulu yang tumbuh di atas pelupuk mata. Di mana Allah Ta’ala telah menumbuhkannya sebagai pelindung kedua mata dari debu dan kotoran, sehingga bulu itu terdapat pada mata semenjak lahir. Sebagaimana bulu itupun terdapat pada mata binatang, dimana keadaannya itu tetap tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Jika dihilangkan, niscaya akan tumbuh lagi. Akan tetapi, ada sebagian orang terkadang terkena sesuatu penyakit dibulu matanya yang menuntut bulu matanya dibuang untuk meringankan penyakitnya dan menggantinya dengan bulu mata palsu, akan tetapi hal tersebut tidak dimaksudkan untuk berhias karena alasan agar indah dipandang.[1]
b.           Bulu Mata Palsu
Bulu mata buatan adalah rambut tipis yang dibuat dari bahan plastik yang diletakkan diatas pelupuk mata dengan lem, yang diletakkan dibagian ujung bulu mata bagian atas. Bulu mata ini apabila diletakkan didalam air akan berubah menjadi lembek. Dan terdapat celah-celah kecil dibagian bawah bulu mata buatan, yang tidak menghalangi air masuk ke dalam bagian rambut pelupuk mata.
Bulu mata buatan itu juga memiliki pori-pori dibagian dalam, sehingga tidak menghalangi air masuk sampai kebulu mata. Apabila jenis itu yang dimaksud, ini menghalangi air sampai ke anggota badan yang wajib untuk dicuci pada saat wudhu dan mandi. Jadi wudhunya wanita itu tidak sah demikian juga mandinya.
Akan tetapi pertanyaannya, memakai bulu mata buatan ini apakah diperbolehkan atau dilarang?
Menurut apa yang tampak, wallahu a’lam, menggunakan bulu mata buatan seperti ini tidak diperbolehkan, sebab bulu mata ini diletakkan pada bulu mata asli penciptaan. Maka perlu diperhatikan, bahwa yang seperti ini adalah bagian dari perbuatan menyambung rambut.[2]
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, ada yang menggolongkan ke dalam kategori menyambung rambut dan ada pula yang tidak. Berikut rinciannya:

B.                      Kategori Menyambung Rambut

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
Berdasarkan hadits dari Asma’ ra, “Seorang wanita bertanya kepada Nabi, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya putriku menderta penyakit gatal (cacar) hingga rambutnya rontok, sementara saya hendak menikahkannya, apakah saya boleh menyambung rambutnya?’ Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah melaknat orang yang menyambung rambutnya dan yang minta disambung.”[3]
Al-washilah adalah orang yang menyambung rambut lain, atau semisalnya. Menyambung rambut terbagi menjadi tiga macam:
1.                       Menyambung rambut dengan yang lain selain rambut seperti yang terbuat dari bahan plastik. Akan tetapi ia menyerupai rambut atau mirip dalam rupa dan bentuknya. Ini terdapat perbedaan pendapat, secara zhahir , wallahua’lam, hal tersebut tidak diperbolehkan.
2.                       Menyambung rambut dengan sesuatu yang lain. Bukan seperti rambut, tidak mirip dan tidak menyerupai, seperti menyambung dengan sobek-sobekan kain. Yang mana jika kamu melihatnya kamu tidak akan mengatakan bahwa itu adalah rambut . Maka ini tidak mengapa dan dibolehkan.
3.                       Sesungguhnya Nabi telah melarang menyambungkan rambut, maka hukum memasang bulu mata palsu diqiyaskan dengan menyambung rambut. Karena ditinjau dari illah, Karena termasuk kategori merubah ciptaan Allah Ta’ala dan merupakan perbuatan yang tercela.
Maka jelaslah wallahua’lam bahwa menggunakan bulu mata ini tidak diperbolehkan, baik pada saat berwudhu maupun mandi. Akan tetapi disisi lain, itu merupakan bagian dari menyambung rambut. Dan illahnya adalah kebohongan yang telah dijelaskan oleh Nabi ada disini. Nabi bersabda:
إِنَّمَا هَلَكَتْ بَنُو إِسْرَائِيْلَ حَيْثُ اتَّخَذَ هَذِهِ نِسَاؤُهُمْ
“Bani Israil hancur ketika kaum wanitanya memakai ini (sambungan rambut/cemara)[4]
Adapun para ulama yang mengategorikan seperti menyambung rambut, maka hukumnya haram. Sebagaimana pendapat:
·  Dalam kitab al-Lajnah ad-Daimah Lil Ifta’ menjelaskan bahwasanya seyogyanya bagi suami istri berhias untuk pasangannya dan menguatkan hubungan antara keduanya tapi tetap pada batasan yang diperbolehkan syari’at Islam, bukan dengan sesuatu yang diharamkan. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan memakai bulu mata palsu karena membahayakan anggota badan, termasuk penipuan dan merubah ciptaan Allah[5] serta menyerupai kebiasaan wanita kafir. Rasulullah telah melarang hal tersebut dalam sabdanya:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka.”[6]
·  Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz dalam kitab Zinatul Mar’ah Baina Ath-Thibbi wa Asy-Syar’i: Bulu mata buatan dan unsur-unsurnya yang dioleskan pada bulu mata asli mengakibatkan keringnya kelopak mata dan  merontokkan bulu mata asli.
·  Syeikh Utsaimin dalam kitabnya Fatawa Nur Ala Ad-Darbi, bahwasannya tidak diperbolehkan memakai bulu mata palsu karna menyerupai dengan hukum menyambung rambut.
·  Syeikh Abdullah Bin Abdurrahman Al-Jibrin, tidak boleh memasang bulu mata palsu karena alasan bulu mata yang asli tidak lentik atau pendek. Selayaknya seorang wanita muslimah menerima dengan penuh kerelaan sesuatu yang telah ditakdirkan Allah, dan tidak perlu melakukan tipu daya atau merekayasa kecantikan. Karena hal tersebut sama dengan memasang rambut palsu. Sebagaimana sabda Nabi yang telah dijelaskan sebelumnya yang artinya:
“Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang meminta untuk disambung rambutnya.[7]
·  Syeikh Muhammad Shalih Al-Mandub seorang ulama Saudi Arabiyah, bahwasanya tidak boleh memakai bulu mata palsu karena tergolong dalam menyambung rambut.
Akan tetapi ada yang tidak menggolongkan ke dalam kategori tersebut maka hukumnya boleh. Namun keluar dari perselisihan itu lebih utama, dan selayaknya seorang wanita menerima dengan penuh kerelaan atas apa yang Allah Ta’ala takdirkan dan tidak perlu melakukan tipu daya atau merekayasa kecantikan, sehingga tamak dengan apa yang tidak ia miliki.
·  Menurut Dr. Abdullah Al-Fiqhiyyah pembimbing pusat fatawa sabakah Qotar, bahwasanya diperbolehkan memakai bulu mata palsu karena suatu kondisi yang darurat seperti: sakit, kebakar, atau musibah yang lainnya. Namun jika hal tersebut untuk menghias diri maka ia telah melakukan dua kesalahan, yaitu merubah ciptaan Allah Ta’ala dan melanggar larangan secara umum, sebagaimana sabda Rosulullah diatas.
·  Syeikh Salman Al-‘Audah seorang ulama Saudi ‘Arabiyah, bahwasanya hadits tersebut turun hanya dalam pembahasan menyambung rambut, bukan dalam pembahasan bulu mata. Oleh karena itu jika bulu mata tipis dan mempengaruhi kecantikan maka tidaklah mengapa memakai bulu mata palsu, namun lebih utama meninggalkannya.

C.     Hukum Memakai Bulu Mata Palsu di Hadapan Suami

 

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwasanya memasang bulu mata secara umum adalah haram menurut para jumhur ulama. Namun, ada beberapa pengecualian yang membolehkan untuk melakukan hal tersebut. Sama halnya dengan pemakaian bulu mata palsu di hadapan suaminya, ada seorang ulama yang berpendapat bahwa memasang bulu mata bukan termasuk dari menyambung rambut maka perkara tersebut dibolehkan dengan catatan hanya untuk di hadapan suaminya. Namun, lebih utama ditinggalkan sebagai bentuk kehati-hatian.

PENUTUP
Dan dapat disimpulkan bahwasanya memakai bulu mata dapat di qiyaskan dalam menyambung rambut. Dan menyambung bulu mata palsu secara terperinci memang tidak dijelaskan dalam Islam, dari pembahasan diatas dapat kita ketahui hukum dan kesimpulannya yakni, secara Jumhur para ulama telah mengharamkan memakai bulu mata palsu sebagaimana haramnya menyambung rambut seperti penjelasa diatas.
Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik penciptaan, semua yang Allah berikan baik yang sempura ataupun tidak, semua terdapat hikmah didalamnya. Ingin tampil cantik memang fitroh, tapi cara-cara yang dilakukanpun tidak boleh keluar dari koridor syar’i. Apalagi sampai mengubah ciptaan Allah. Wallahuallahu ‘Alam.

DAFTAR PUSTAKA
Al-musyaiqih dr. khalid bin ali. Fiqh kontemporer. 2008.
Fuad Abdul Baqi Muhammad. Lu’lu Wal Marjan. Jakarta Timur. Umul Qura’,2012.
Az-Zuhaili Dr. Wahbah. Fiqqih Al-Islam Wa Adillatuhu. Jakarta. Darul Fikr 2007.
Alu As-Syaikh Syaikh Muhammad bin Ibrahim. Fatwa-Fatwa Tentang Wanita.Jakarta. Darul Haq, 2001.
Sayyid Salim Abu Malik Kamal bin. Fiqih Sunnah Linnisa. Jakarta. Al-I’tishom Cahaya Umat, 2007.
Az-Zuhaili Dr. Wahbah. Al-Wajiz Fi Al-Fiqh Islam.
Abdullah bin Baz Syaikh Abdul Aziz bin. Fatwa-Fatwa Terkini. Jakarta. Darul Haq, 2003.
Syaikh Utsaimin. Zinatul Mar’ah Baina At-thib wa Syar’i.
Muhammad bin Abdul Aziz. Fatawa Nuur ‘Ala Ad-Darbi.
HR.Bukhori dan Muslim, hadits ke-1375.
Al-Wajan Amin bin Yahya Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, 17/133.


[1] Fiqh kontemporer , dr. khalid bin ali al-musyaiqih hal. 41-43

[2] Ibid
[3] HR.Bukhori dan Muslim, hadits ke-1375
[4] HR. Bukhori dan Muslim.
[5] Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, 17/133.
[6] Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, 3/79-80.
[7] Fatwa-fatwa terkini, 3/80-81
 
;