Oleh: Fahmi Nur Hamidah
MUQODDIMAH
Jika ada sebuah
ikatan yang menjadikan apa-apa yang sebelumnya keji dan seburuk-buruk jalan
menjadi kenikmatan yang penuh barakah maka itu adalah ikatan pernikahan. Jika
ada akad yang menjadikan sebuah jalinan perasaan yang sebelumnya haram menjadi
halal dan suci maka itu adalah akad nikah.[1]
Allah mengatur segala urusan hambanya dengan sesempurna mungkin.
Allah menciptakan siang dan malam begitu pula Allah menciptakan laki-laki dan
perempuan. Sudah fitroh memang, laki-laki tertarik dengan perempuan dan begitu
pula sebaliknya. Sampai Nabi memerintahkan umatnya agar menikah jika sudah
mampu. Syariat itu dibuat tidak lain untuk kemaslahatan umat Islam.
Dan juga firman
Allah yang artinya:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian
di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui.” (Q.S An-nur:32)
Sudah jelas disini bahwa Menikah sangat dianjurkan dalam Islam,
lalu bagaimana dengan orang-orang yang membujang selama hidupnya (tabattul)
dengan berbagai alasan? Dan terkadang agar lebih fokus beribadah mereka memilih
tidak menikah. Apakah itu diperbolehkan? Dan apakah tabattul adalah
termasuk dosa besar?[2]
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
a)
Menurut
Bahasa: التبتل asal kata ini berarti
memutus.
b)
Menurut
istilah : Yang dimaksud disini adalah memutuskan diri dari wanita untuk
beribadah.[3]
B.
Pembagian
tabattul
1)
Tabattul
yang terpuji
Allah memerintahkan tabattul ini. Fokus
beribadah kepada allah dengan niat ikhlas setelah menyelesaikan kebutuhannya.
وَاذْكُرِ
اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلاً ( Q.S Al-mujammil: 8)
Artinya:
“Sebutlah Nama
Rabb-mu, dan bertabattullah (beribadahlah) kepada-Nya dengan penuh ketekunan.”
Makna ayat ini adalah perintah agar menggunakan
seluruh waktunya untuk Allah dengan ibadah yang ikhlas.[4]
Yaitu
memperbanyak dzikir, dan meninggalkan semua yang menghalanginya, dan
mencurahkan tenaga, pikiran, waktu untuknya untuk beribadah dari segala
kesibukannya.
Dari ibnu Abbas
dan Mujahid, Abu Sholih, ’athiyah, waddihak, dan sadii: ( وتبتل إليه تبتيلا) ا yaitu ikhlas untuk beribadah. Dan
Al-Hasan berkata: ihklas untuk beribadah. Ibnu jarir berkata: bahwasanya Nabi
melarang tabattul yaitu, memutus kepada ibadah dan meninggalkan menikah[5]
2)
Tabattul
yang tercela
Yang dimaksud dengannya ialah memutuskan
hubungan dari manusia dan komunitas, menempuh jalan kependetaan untuk
meninggalkan pernikahan, dan menjadi pendeta di tempat-tempat sembahyang.
Dan yang akan
kita bahas kali ini adalah tentang tabattul yang tercela.
عن سعد بن أبي وقاص رضي
الله عنه قال رد رسول الله صلى الله عليه وسلم على عثمان
بن مظعون التبتل ولو أذن له لاختصينا
Dari Sa’ad bin
Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, ia mengatakan: "Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menolak hal itu pada ‘Utsman bin Mazh’un. Seandainya beliau membolehkan
kepadanya untuk hidup membujang, niscaya kami membujang."[6]
Sa’ad bin Abi
Waqqash meriwayatkan bahwa Utsman bin Mazh’un bermaksud untuk meninggalkan
segala kenikmatan hidup karena saking semangatnya untuk beribadah. Ia kemudian
memita izin kepada Nabi untuk memutuskan diri dari wanita dan fokus untuk taat
kepada Allah, namun beliau tidak izinkan karena meninggalkan kenikmatan hidup
dan fokus beribadah semata, termasuk sikap berlebihan dalam agama dan ajaran
kependetaan yang tercela. Agama yang benar adalah menunaikan hak ibadah untuk
Allah, namun juga memberikan bagian kenaikan- kebaikan dunia untuk jiwa.
C.
Alasan Melakukan Tabattul dan hukum-hukumnya
Terkadang ada beberapa alasan yang melatar
belakangi mengapa seseorang tidak menikah sampai akhir hayatnya. Diantaranya:
a)
Demi menuntut ilmu.
Seseorang ada yang pernah mengatakan, ia ingin
mencari ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak
habis-habis mencari ilmu. Hampir semua universitas ia cicipi. Usianya sudah
begitu lanjut. Bila ditanya kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari
ilmu.
Ada sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam
hal mencari ilmu: lau anffaqta kullaha lan tashila illa ilaa ba’dhiha,
seandainya kau infakkan semua usiamu untuk mencari ilmu, kau tidak akan
mendapatkannya kecuali hanya sebagiannya. Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup
kita tidak akan pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah
tuntutan fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu
dulu baru setelah itu menikah.
Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak mesti
harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan. Kalaupun
Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak menikah demi ilmu,
silahkan saja.
Tidak mau
menikah atau
tidak sempat menikah hingga akhir hayat kiranya amat jauh berbeda
maknanya. Benar ada beberapa ulama yang hingga akhir hayatnya tidak sempat
menikah oleh sebab beberapa faktor keadaan yang menekan, seperti ia tertekan
dari musuh-musuh islam sehingga harus dipenjara hingga ajal menjemputnya
sebagaimana Syaikh al Islam Ibnu Taimiyyah-rahimahullah ta’ala.
Namun ulama islam yang mulia ini bukan
bersikap enggan menikah atau
bukan bersikap monastisisme (mengharamkan diri untuk menikah), melainkan beliau
tidak berkesempatan untuk menikah oleh sebab ajal merenggutnya sebelum ia
mempunyai kesempatan.
Tetapi
apakah kualitas ilmu Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda
telah rugi dua kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama
tidak menikah karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat
menikah, apakah Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda
tidak ada waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak
ulama yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat pencapaian
ilmunya juga. Agar seimbang. Banyak faktor yang melatar belakangi seseorang
tidak menikah, apapun alasnnya, Islam tetap menganjurkan menikah dan melarang tabattul.
b)
Takut tidak bisa menafkahi istri dan anak-anak
Rasulullah telah memberikan contoh yang sangat
mengagumkan dalam masalah pernikahan. Beliau menikah dengan sembilan istri.
Padahal beliau secara ekonmi bukan seorang raja atau konglomerat.
Tetapi
semua itu Rasulullah jalani dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas
kerasulannya terbengkalai. Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus
dipermasalahkan, melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya
tidak perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora fitrah
yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri. Masing-masing
orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan ia sendiri yang
menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia terus ditahan-tahan.
c)
Ingin lebih fokus beribadah
Dari Anas r.a
berkata, bahwa nabi muhammad bersabda yang artinya: “Bahwasanya Rasulullah
memerintahkan untuk menikah bagi yang mampu dan melarang tabattul dengan
larangan yang sangat keras.”[7]
Seperti telah diterangkan sebelumya hahwa tidak menikah dengan alasan agar
fokus beribadah tetap tidak dibolehlan
seperti keterangan hadits diatas. Karna itu merupakan perbuatan guluw
dalam ibadah.
Dari penjelasan diatas telah jelas bahwa
menikah adalah perintah Allah langsung, dan at-Tabattul adalah sesuatu
yang dilarang dalam Islam. Ulama mataakhirin sepakat bahwa tabbatul adakah dosa
besar karna ini adalah sebuah la’nat. Rasulullah melaknat perbuatan ini.
Rasulullah bersabda yang artinya: “Allah mela’nat orang-orang yang tabattul
dari kalangan laki-laki yang mana mereka mengatakan “ kami tidak akan menikah
dan begitu juga para wanita yang tidak menikah yang mengatakan hal yang sama.”[8]
PENUTUP
Tidak ada pembujangan dalam islam. Ya mungkin
itu kalimat yang tepat bagi semua pemuda maupun pemudi dilihat dari kaca mata
islam. Islam tidak membenarkan pelepasan naluri seksual tanpa batas dan ikatan.
Oleh karena itu islam mengharangkan zina dan segala sesuatu yang dapat membawa
manusia dalam perzinahan.
Akan
tetapi islam juga memerangi perasaan yang bertentangan dengan naluri ini, islam
menyerukan pernikahan dan melarang pembujangan. Seorang muslim tidak boleh
berpaling dari pernikahan sedangkan ia mampu melaksanakannya, dengan beralasan
mencurahkan segala kehidupannya demi beribadah semata kepada Allah ta’ala
atau memutuskan diri dari kehidupan duniawi maupun alasan lain sebagainya.
Dalam hadistnya Rasulullah bersabda:
إنما أنا أعلمكم بالله و
أخشاكم له, و لكني أقوم و أنام و أصوم و أفطر و أتزوج النساء. فمن رغب عن سنتي
فليس مني ( رواه البخاري)
“Sesungguhnya aku adalah orang yang paling
kenal kepada Allah dan paling takut kepada-NYA, akan tetapi aku melakukan
sholat malam dan tidur juga, aku berpuasa dan berbuka, dan aku juga menikah
dengan wanita. Oleh karena itu barang siapa membenci sunnahku maka dia bukan
dari golonganku”
Hadits
diatas dengan jelas menerangkan kepada kita semua khususnya bagi mereka yang
belum menikah, bahwa menikah adalah dari sunnah nabi, bahkan beliau sangat
membenci bagi orang yang tidak menikah sedangkan ia mampu melakukannya. Karana salah satu tujuan menikah adalah untuk menjaga kemaluan agar
tidak terhindar dari sesuatu yang haram yaitu perbuatan zina.
Dan ditakutkan jika seseorang meninggalkan
pernikahan maka akan menimbulkan kerusakan.
Daftar pustaka
PDF, Imam Adz-dahabi kitab, Al-kabair
Maktabah syamilah ahlaq fil Islam
Alu Basam Abdullah, Fiqh hadits Bukhori dan Muslim.
Muhammad bin Abi Abbas Al-jawazir an iqtirof Al-kabair
http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/katheer/sura73-aya8.html,
Muslimahzone.com beranda pernikahan
[1]
Muslimah zone beranda pernikahan, 05 November, 19:10
[2]
Semua larangan Allah dan Rasulullah yang tercantum didalam Al-qur’an dan
as-Sunnah serta atsar dari para salfus
shalih(dalam kitab Al-kabair oleh Imam Adz-dahabi).
[4]
Maktabah syamilah (ahlaq fil Islam jilid 4 hal.6239).
[5]
Tafsir ibnu katsir http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/katheer/sura73-aya8.html
[6]
Fiqh hadits Bukhori dan Muslim, hal.875
[7]
Maktabah syamilah, fatawa syar’iyyah fil masa’il tobiyyah jilid 1 hal.98
[8]
Al-jawazir an
iqtirof Al-kabair ‘ali jilid2 hal.3