Minggu, 17 Agustus 2014

Ketika Allah kembali membukakan pintu hidayahNya



Kisah ini berawal pada pada tahun 2007 silam, ketika aku telah menyelesaikan jenjang SMP. Banyak bayangan masa depan yang ingin ku gapai memasuki sebuah jenjang SMA terkenal dikota ku. Tapi qodarullah, Allah berkehendak lain 
inilah jalanNya yang membawaku pada pemahaman ini.
Atas saran dari salah satu ustadz yang sering mengisi kajian bulanan didesaku. Orang tuaku tiba-tiba memilihkan pondok sebagai jenjang yang harus ku tempuh selanjutnya. Tak pernah ada bayangan sebelumnya, karna untuk mengenakan jilbab saja masih begitu berat ku lazimi untuk ku pakai setiap saat.
 Tibalah saatnya aku menginjakkan kaki pada lembaga sebuah pondok pesantren di lampung, dengan dihantar oleh ibu ku saat itu hati ini begitu bahagia, subhanallah. Karna bayanganku saat itu aku akan memasuki jenjang Aliyah. Tak lebih.
Pada awalnya berjalan baik-baik saja, tapi lambat laun banyaknya teman bukan membuatku lebih bahagia, tapi justru aku seolah tertekan atas sebuah kehidupan yang menuntutku jauh dari sosok seorang ibu. Maklumlah aku tak terbiasa jauh dari sosok nya, ditambah lagi aku terlahir sebagai anak bungsu yang kakak-kakakku bilang aku manja. Hari berlalu, rasa tak betah semakin menyeruak dalam hatiku. Mulailah kuberanikan diri tuk mengutarakan niatku untuk keluar dari pondok pada oang tuaku, tapi sayang mereka tidak mengizinkanku. Dan akhirnya kujalani dengan niat aku bertahan hanya demi orang tuaku, bukan yang lainnya.
Kehidupan dipondok kujalani dengan tertekan,  ditambah aku memiliki seorang teman yang satu hati dengan ku yaitu dia juga merasa tertekan atas kehidupan bernama pondok ini. Seakan mendapat dorongan sampai sampai rencana kabur pernah qita rencanakan. Begitu malu dan lucu jika mengingat itu.
Tapi jalan kita berbeda, akhirnya dia diizinkan keluar oleh orang tuanya dan melanjutkan SMA diluar dan  kejadian itu telah berjalan pada sekitar bulan ke 6 kita dipondok, dan aku sekuat tenaga berusaha menyelesaikan studi ini berkat dorongan orang-orang yang menyayangiku. Dan akhirnya aku lulus, tapi aku harus menambah satu tahun untuk masa wiata bakti. Dan aku kembai ditugaskan dipondokku kembali.
Tapi sayangnya pada pertengahan waktu wiata baktiku. Allah menguji ku dengan sebuah sakit .
Dan inilah yang menambah keyakinannku untuk tak mau mondok lagi meski orang tua ku kembali meminta ku untuk memasukkan ku kesebuah pondok tahfidz dijawa.
Dengan tangis, aku katakan aku tak mau, dan dengan melihat kondisiku yang sakit, akhirnya orang tuaku tak ingin melepas ku keluar pulau meski awalnya menginginkan itu. Dan setelah kelulusanku, aku putuskan untuk melanjutkan kesebuah universitas dikotaku, karna aku berfikir jadi akhwat militan diluar akan lebih hebat.
Masa kuliah kujalani hampir setengah tahun, dan bukan membuat ku semakin jadi akhwat militan, aku malah semakin jauh dari Nya, meski jilbab besar yang ku kenakan membuat teman kelas ku menjulukiku ”mbak jilbaber” tapi ruhiyah ku  futur dan menjerit butuh nasehat. Jauhnya dari lingkup lingkungan yang mendukung untuk istiqomah, begitu berat menurutku. Padatnya kegiatan  dikampus membuatku tak memperhatikan kesehatanku, dan begitulah pola makan hidup anak kosan yang serba instan akibatnya sakit yang sempat terlupakan dan kukira tlah sembuh karna  aku tak pernah merasakan sakit kembali, tapi akhirnya kembali menggerogoti tubuhku.
Tubuhku semakin mengurus, aku seakan lelah karna hanya bisa berbaring.
Aku menginginkan istirahat, sejenak aku ingin melupakan semua tugas kampus, meski bisa saja kalau ijin cuti dari kuliah, tapi Allah berkehendk lain.
Aku istirahat total dirumah.dan keinginan untuk kembali menjadi seorang mahasiswa disebuah kampus yang dulu begitu ku inginkan, tapi kini rasa itu Allah balikkan. Tiba-tiba aku rindu suasana pondok.
Inilah jalan lain yang allah pilihkan. Malu jika harus mengingat mana pendek waktu dikampus dulu, Alhamdulillah Allah kembali membukakan pintu hidayahNya.
Dan kini, allah menempatkan ku pada jalan yang insya allah terbaik untukku. Banyak orang mengira pondok adalah suatu tempat yang begitu membosankan, begitulah yang kurasakan dipondik dulu. Tapi yakinlah ini adalah tempat terbaik untuk benar-benar manjaga diri, mungkin banyak dari sebagian anak mondok yang terjerumus dalam banyaknya maksiat, mungkin itu karna mereka belum memaknai hakikat pondok itu sendiri, karena tertekan, banyak nya peraturan, atau bahkan masuknya mereka kepondok itu atas paksaan orang tuanya, dan hasilnya ilmu tak berbekas dalam hati.
Dan hendaknya untuk para orang pun yang ingin memasukkan anaknya kepondok, hendaknya selalu mengawasi, meskipun sekedar dengan menelfon dan menanyakan keadaannya, karna para anak yang setelah masuk pondok merasa mereka hanya dibuang disana. Dan bukan pula menjadi barometer bahwa yang dari pondok itu yang terbaik, justru yang tetap istiqomah diluar itu adalah para militan. Tapi terkusus untuk ku, sangat sulit, maka ku pilih kembali tempat ini sebagai pilihan keistiqomahanku.
Meski awalnya harus membutuhkan cara jitu merayu orang tuaku agar mengijinkan ku untuk mondok diluar pulau.
Jalan allah begitu indah...
Dan subhanallah,  hampir satu tahu sudah aku dipondok ini dan subhanallah, sakit yang ku alami kini tak pernah kurasakan kembali.
Semoga dapat dijadikan pelajaran, karna sesungguhnya Allah mempermudah hambaNya yang ingin bertaubat dan kembali kepada jalanNya. Karna dewasa ini banyak para akhwat yang notabennya lulusan pondok futur diluar, karna itu tadi kurangnya komunikasi atau malah sengaja menjauhkan diri dari lingkungan orang-orang sholeh, karna merasa bosan mendengar nasehat.
Dan jilbab besar yang digunakan semakin mengecil dan menipis seiring dengan jauhnya mereka dari jalan dan pemahaman yang mereka pegang selama ini. Dan seakan ilmu yang selama ini didapat tidak benar-benar masuk pada hati mereka, dan akhirnya tak berbekas sama sekali.
            Akhwati... kembalilah pada jalan yang telah sebelumnya tlah kau titi, belum ada waktu terlambat, sebelum ruh sampai kerongkongan.
Teruntuk sahabatku yang dulu ingin kabur bareng, semoga Allah mejadikan mu istiqomah dijalan Islam pilihanmu. Aamiin.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;