Minggu, 01 Juni 2014

Selayang pandang mengenal Imam Syafi'i


BAB I

PENDAHULUAN


            fiqh merupakan produk hukum yang dihasilkan melalui metode ijtihad. Pada masa Rasulullah  belum dimunculkan istilah Fiqh. Istilah fiqh mulai populer memasuki pertengahan abad pertama. Dimana pada saat itulah mulai berkembangnya ilmu fiqh.
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam dipelopori oleh orang-orang negara syam terutama kawasan Babilonia atau dikenal dengan Iraq. Oleh karena itu tidak mengherankan bila muncul tokoh-tokoh Islam di sana. Dan pada masa ini muncullah imam-imam fiqih yang kitab-kitabnya menjadi rujukan kaum muslimin dalam menentukan hukum fiqh.
Dan begitu banyak kisah mereka dalam upaya pencarian  dan pemahaman ilmu-ilmu khususnya ilmu fiqh sendiri. Begitu Banyak keutamaan-keutaman mereka dan gigihnya usaha mereka sehingga buah dari kerja kerasnya mereka dapat kita nikmati sampai saat ini.
 Berikut ini akan saya paparkan mengenai biografi dari salah satu imam tersebut. Yakni Imam Syafi’i dan ijtihadnya  yang digunakan dalam mementukan suatau hukum.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Nasab dan Kelahiran Imam As-Syafi’i

Nasab beliau adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin As-Sa’ib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al-Mutthalib bin Abdi Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah U pada Abu Manaf, sedangakan Al-Muththalib adalah saudaranya Hasyim.[1]

a.       Nasab

1.      Nasab ayahnya

Ayahnya bernama Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi` bin Sa`ib bin Abid bin Abu Yazid bin Hisyam bin Muthalib bin Abdu Manaf bin Qusayyi bin Kilab bin Murrah, nasab beliau bertemu dengan Rasulullah U pada Abdu Manaf bin Qusayyi.
Ayahnya sempat tertawan dalam perang badar sebagai seorang musyrik kemudian As-Sa’ib menebus dirinya dengn uang jaminan untuk mendapat status pembebasan dari tawanan muslim. Dan setelah dibebaskan, ia pun masuk Islam ditangan Rasulullah r.

2.      Nasab ibunya

Ibunya bernama fatimah binti Abdullah bin Hasan bin Husain bin Ali bin Thalib. Orang-orang mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui Hasyimiyah melahirkan keturunan kecuali Imam Ali bin Abi Thalib dan Imam As-Syafi’i. Ibunya sendiri berasal dari Azdiyah.

b.      Kelahiran beliau

Dikampung mislin dilota gaza dibumi palestina, pada tahun 150 H bertepatan dengan tahun 694 M lahirlah seorang bayi lelaki dari pasangan suami istri yang berbahagia. Sebagian ulama’ bertepatan dengan dimana Imam Abu Hanifah meninggal dunia. Beliau dilahirkan di desa Ghazzah, Asqalan.
Ibunya seorang wanita dari suku Azad. Namun kebahagiaan keluarga miskin dengan kelahiran bayi tersebut tidak berlangsung lama. Karena beberapa saat kelahiran itu, terjadilah peristiwa menyedihkan, yaitu ayah sang bayi meninggal dunia dalam usia yang masih muda. Bayi lelaki rupawan itu akhirnya hidup sebagai anak yatim.
            Sang ibu sangat menyayangi bayinya, sehingga anak yatim Quraisy itu tumbuh sebagai bayi yang sehat. Maka ketika ia telah berusia dua tahun, dibawalah oleh ibunyake Mekkah untuk tinggal ditengah keluarga ayahnya dikampung Bani Mutthalib. Karena anak yatim ini dari sisi nasab ayahnya, berasal dari keturunan dari seorang Shahabat Nabi r yang bernama Syafi’i bin As-Sa’ib.
Dia tumbuh menjadi anak lelaki yang penuh vitalitas. Diusia kanak-kanaknya, dia sibuk dengan latihan memanah sehingga dikalangan teman sebayanya, dia amat jitu memanah. Bahkan, dari sepuluh anak panah yang dilemparkan, semuanya kena sasaran, sehingga dia terkenal sebagai anak muda yang ahli memanah.
Demikian terus kesibukannya dalam panah memanah sehingga ada seorang ahli kedokteran medis waktu itu yang menasehatinya. Dokter itu menyatakan padanya: “Bila engkau terus menerus demikian, maka sangat dikuatirkan akan terkena penyakit luka pada paru-parumu karena engkau terlalau banyak berdiri dibawah panas terik matahari.”
Maka mulailah anak yatim ini mengurangi kegiatan panah-memanah dan mengisi waktu dengan belajar bahasa Arab dan dan menekuni bait-bait sya’ir Arab sehingga dalam sekejab, anak muda dari Quraisy ini menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan sya’irnya dalam usia kanak-kanak. Disamping itu dia juga menghafal Al-quran, shingga pada usia tujuh tahun telah menghafal Al-quran seluruhnya diluar kepala.[2]

c.       Istri dan anak anak imam Syafi’i

Imam Syafi’i menikah dengan Hamidah binti Nafi’ bin Unaisah bin Amru bin Ustman bin Affan. Dan anak-anak beliau adalah : Abu Ustman Muhammad, Fathimah dan zainab.[3]

B. Masa belajar dan Perjalanan Menuntut ilmu

Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra sampai-sampai Al Ashma’i.[4] berkata,”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris,” Imam Syafi’i adalah imam bahasa Arab. Berikut ini akan kami paparkan perjalanan beliau dibeberapa negara :

1.      Di Mekkah

Dalam usia 7 tahun Imam Asy-Syafi’i selesai menghafal Al-Qur’an dan usia 10 tahun beliau hafal Al-Muwaththa’ karya Imam Malik dalam waktu 9 hari. Beliau juga banyak menghafal syair-syair Hudzail.
Ketika itu, di saat pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid terjadi fitnah ‘Alawiyyin yang mengakibatkan seluruh ‘Alawiyyin terusir dari Yaman termasuk Imam Syafi’i. Di Mekkah.
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun.
       Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan sya’irnya.    Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah.

2.      Belajar di Madinah

Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Dan pada usia 10 tahun ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Namun, imam Malik wafat pada tahun 179 H. Setelah itu, Imam Syafi’i meriwayatkan hadist dan delajar dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.
Di majelis beliau ini, si anak yatim tersebut menghafal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha’ . Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.
Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliau menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” Beliau juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliau menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha’ .” Beliau juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah pemahamanku.”
Dari berbagai pernyataan beliau diatas dapatlah diketahui bahwa guru yang beliau kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin uyainah. Disamping itu, pemuda ini juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para ulama’ yang di Madinah seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin Ja’far, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darwadi. Beliau pula banyak menghafal ilmu dimajelisnya Ibahim bin Abi Yahya.
Guru-guru di Madinah :
1.      Imam Malik bin Anas
2.      Abdullah Aziz bin Muhammad Ad-Darawirdi
3.      Ibrahim bin Sa’ad bin Abdurrahman
4.      Muhammad bin Ismail Abu Fudail

3.      Belajar di Yaman

Dari hasil menggadaikan rumahnya seharga 16 dinar, Imam Syafi’i pergi ke Yaman. Karena ketidak mampuannya beliau bekerja di Yaman sambil belajar dari para ulama-ulama di sana. Diantaranya Ibnu Abi Yahya dan yang lainnya.
Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Disebutkanlah sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliau ini seperti: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya
Maka beliaupun berangkat menuju negri Yaman demi menyerap ilmu dari para ulanma’nya.
Disebutkan sederet ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliau, seperti:
Ø  Mutharrif bin Mazin
Ø  Hisyam bin Yusuf Al-qadli
            Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Ketika Muhammad Idris As-Syafi’i Al-Mutthalibi Al-Qurasyi telah berusia dua puluh tahun, dia sudah memiliki kedudukan yang tinggidikalangan ulama’ dizamannya dalam berfatwa dan berbagai imu yang berkisar pada Al-quran dan As-Sunnah. Tetapi beliau tidak mau berpuas diri dengan ilmu yang dicapainya.

4.      Belajar di Bagdad, Irak

Dari Yaman, beliau melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq pada tahun 183 dan 195 tahun. Dan di kota ini beliau banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan[5], seorang ahli fiqih di negeri Iraq. Juga beliau mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya. Ia memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid.
Sejak dikota bagdad Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i mulai dikerumuni para muridnya dan mulai menulis berbagai keterangan agama. Dan juga beliau mulai membantah beberapa keterangan para Imam ahli fiqh, dalam rangka mengikuti sunnah Nabi r. Kitab fiqh dan ushul fiqh pun mulai ditulisnya. Popularits beliau didunia islam yang semakin luas menyebabkan banyak orang semakin kagum dengan ilmunysehingga orang pun berbondong-bondong mendatangi majelis ilmu beliau untuk menimba ilmu.
Tersebutlah tokoh-tokoh ilmu agama ini yang mendatangi majelis beliau untuk menimba ilmu padanya seperti:
1.      Abu Bakr Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi (beliau ini adalah salah seorang guru Al-Imam Al-Bukhari)
2.      Abu Ubaid Al-Qasim bin Sallam
3.      Ahmad bin Hanbal (yang kemudian terkenal dengan nama Imam Hanbali)
4.      Sulaiman bin Dawud Al-Hasyimi
5.      Abu Ya’qub Yusuf Al-Buaithi
6.      Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalbi
7.      Harmalah bin Yahya
8.      Musa bin Abil Jarud Al-Makki
9.      Abdul Aziz bin Yahya Al-Kinani Al-Makki (pengarang kitab Al-Haidah )
10.  Husain bin Ali Al-Karabisi (beliau ini sempat di tahdzir oleh Imam Ahmad karena berpendapat bahwa lafadh orang yang membaca Al-Qur’an adalah makhluq)
11.  Ibrahim bin Al-Mundzir Al-Hizami
12.  Al-Hasan bin Muhammad Az-Za’farani
13.  Ahmad bin Muhammad Al-Azraqi, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh ilmu yang lainnya.
Dari murid-murid beliau di Bagdad, yang paling terkenal sangat mengagumi beliau adalah  Imam Ahmad bin Hanbal atau terkenal dengan gelar Imam Hanbali.

5.      Belajar di Mesir

Imam Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i menimba ilmu fiqhnya, ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya.
Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Mizzi dengan sanadnya bersambung kepada imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal(putra Imam Hanbali). Beliau menceritakan: “Aku pernah bertanya kepada ayahku: maka ayahkumenjawab: Diriwayatkan pula bahwa  Sulaiman bin Al-Asy’ats menyatakan: “Aku melihat bahwa Ahmad bin Hanbal tidak condong kepada Syafi’i.” Al-Maimuni meriwayatkan bahwa Imam Hanbali menyatakan: “Aku tidak pernah meninggalkan doa kepada Allah di sepertiga terakhir malam untuk enam orang. Salah satunya ialah untuk As-Syafi`ie.” Diriwayatkan pula oleh Imam Shalih bin Ahmad bin Hanbal (putra Imam Hanbali): “Pernah ayahku berjalan di samping keledai yang ditumpangi Imam Syafi`ie untuk bertanya-tanya ilmu kepadanya. Maka melihat demikian Yahya bin Ma[iien sahabat ayahku mengirim orang untuk menegur beliau.
Yahya menyatakan kepadanya: “ Maka ayah pun menyatakan kepada Yahya: ” Di samping Imam Hanbali yang sangat mengaguminya, juga diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Tarikh nya dengan sanadnya dari Abu Tsaur.
Dia pun semakin menonjol dalam bidang fiqh hanya dalam beberapa tahun saja duduk diberbagai halaqoh ilmu para ulama fiqh tersebut diatas.

C.  Karya-karya beliau :

1.      Al-Risalah Al-qodimah
2.      Al-Risalah Al-Jadidah
3.      Ikhtilaf Al-Hadist
4.      Ibthal Al-Istihsan
5.      Ahkam Al-quran
6.      Bayadh Al-Faradh
7.      Sifat Al-Amr wa Al-Nahyi
8.      Ikhtilaf Al-Malik wa As-Syafi’i
9.      Ikhtilaf Al-Iraqiyin
10.  Ikhtilaf Al-Muhammad bin Husain
11.  Fadha’il Al-quraisy
12.  Kitab Al-Umm
13. Kitab As-Sunnah[6]

Sejarah singkat lahirnya kitab Al-Umm


Dia menceritakan, “Abdurrahman bin Mahdi pernah menulis surat kepada Asyafi’i, dan waktu itu As-Syafi’i masih muda belia. Dalam surat itu Abdurrahman meminta kepadanya untuk menuliskan untuknya sebuah kitab yang terdapat padanya makna-makna Al-quran, dan juga mengumpulkan berbagai macam tingkatan hadist, keterangan tentang kedudukan ijma’ sebagai hujjah atau dalil, keteranagan hukum yang nasikh,[7] Dan hukum yang mansukh[8], baik yang ada didalam Al-quran maupun As-Sunnah. Maka As-Syafi’i muda menuliskan kitab Ar-Risalah dan kemudian dikirimkan kepada Abdurrahman bin Mahdi. Begitu membaca surat Ar- Risalah ini, Abdurrahman menjadi sangat kagum dan sangat senang kepada As-Syafi’i sehingga beliau mengatakan: “setiap aku shalat, aku selalu mendoakan As-Syafi’i.”
Kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi`i akhirnya menjadi kitab rujukan utama bagi para Ulama’ dalam ilmu Ushul Fiqih sampai hari ini. Pujian para ulama’ dan kekaguman merekabukan saja datang dari orangorang yang seangkatan dengan beliau dalam ilmu, akan tetapi datang pula pujian itu dari para ulama’ yang menjadi guru beliau. Antara lain:
Sufyan bin Uyainah, salah seorang guru beliau yang sangat dikaguminya. Sebaliknya sufyanpun sangat mengagumi imam As-Syafi’i, sampai diceritakan oleh Suwaid bin Said sebagai berikut: “aku pernah duduk dimajelis ilmunyaSufyan bin Uyainah. As-Syafi’i datang majelis itu, masuk sembari mengucapkan salam dan langsung duduk untuk mendengarkan Sufyan yang sedang menyampaikan ilmu. Waktu itu sufyan sedang membaca sebuah hadist yang sangat menyentuh hati beliau saat mendengar hadist itu menyebabkan As-Syafi’i mendadak pinsan. Orang-orang dimajelis itu menyangka bahwa As-Syafi’i meninggal dunia.
Sebagaimana Al-Umm, kumpulan riwayat keteranag Imam As-Syafi’i dalam fiqh juga disusun oleh Al-imam Al-Baihaqi dan diberi nama Ma’rifatul Aatsar wa Sunnah. Al-Imam Abu Nu’aim Al-Asfahani membawakan beberapa riwayat nasehat dan pernyataan Imam As-Syafi’i dalam berbagai masalah yang menunjukkan pendirian Imam As-Syafi’i dalam berbagai masalah yang menunjukkan pendirian Imam As-Syafi’i dalam memahami agama ini. Beberapa riwayat Abu Nu’aim adalah : “Imam As-Syafi`ie menyatakan: “Bila aku melihat Ahli Hadits, seakan aku melihat seorang dari Shahabat Nabi r .[9]
Ini menunjukkan betapa tinginya penghargaan beliau kepad para Ahli Hadist. Imam As-Syafi’i menyatakan: “Sungguh seandainya seseorang ditimpa dengan berbagai amalan yang dilarang oleh Allah selain dosa Syirik, lebih naik baginanya dari pada dia mempelajari ilmu kalam.”[10]
Beliau menyatakan juga: “Seandainya manusia itu mengerti bahaya yang ada dalam Ilmu dan nafsu, niscaya dia akan lari padanya seperti lari dari macan.”
Ini menunjukkan betapa anti patinya beliau terhadap Ilmu Kalam, suatu ilmu yang membahas perkara taugid dengan metode pembahasan ilmu filsafat.
Diriwayatkan oleh Ar-Rabi’ahbin Sulaiman bahwa dia menyatakan: “Aku mendengar As-Syafi’i berkata “Barang siapa megatakan bahwa Al-quran itu mahluk, maka sesungguhnya dia telah kafir.”
Diriwayatkan pula oleh Abu Nu’aim Al-Asfahani bahwa Al-Imam As-Syafi`ie telah mengkafirkan seorang tokoh ahli Ilmu Kalam yang terkenal dengan nama Hafs Al-Fardi, karena dia menyatakan di hadapan beliau bahwa Al-Qur’an itu adalah makhluk.
Demikian tegas Imam As-Syafi’i dalam menilai mereka yang mengatakan bahwa Al-quran adalah mahluk. Dan para ulama’ Ahli Sunnah wal Jama’ah telah sepakat untuk mengkafirkan siapa yang meyakini bahwa Al-quran itu mahluk.
Para ulama’ bersikap tawadlu’ sebagai kepribadian utama mereka. Sehingga tidak menjadi masalah bagi mereka bila guru mengambil manfaat dari muridnya dan muridnya yang diambil manfaat oleh gurunya tidak pula kemudian menjadi congkak dengannya. Tetap saja sang murid mengakui dan mengambil manfaat dari gurunya, meskipun sang guru mengakui di depan umum tentang ketinggian ilmu si murid. Guru-guru utama Imam As-Syafi’i, Imam Malik dan Imam Sufyan bin uyainah, dengan terang-terang mengakui keutamaan ilmu Imam As-Syafi’i. Bahkam Imam Sufyan bin Uyainah banyak bertanya kepada Imam As-Syafi’i saat Imam Syafi’i ada dimajelisnya.
Padahal Imam Asy-Syafi`ie duduk di majelis itu sebagai salah satu murid beliau, dan bersama para hadirin yang lainnya, mereka selalu mengerumuni Imam Sufyan untuk menimba ilmu daripadanya. Meskipun demikian, Imam Syafi’i tidak terpengaruh oleh sanjungan gurunya. Beliau tetap mendatangi majelis gurunya dan memuliakannya.    
Disamping itu, hal yang amat penting pula dari pernyataan Imam As-Syafi’i kepada Imam Ahmad bin Hanbal tersebut diatas, menunjukkan kepda kita betapa kuatnya semangat beliau dalam merujuk kepada hadist shahih untuk menjadi pegangan dalam bermadzhab, dari manapun hadist shahih itu berasal.

D. Ushulul madzhab Imam As-Syafi’i

1.    Al-quran dan Sunnah
2.    Al-Ijma’
3.    Perkataan para sahabat
4.    Al-qiyas

E. Syarat memberikan fatwa Imam Syafi’i

Imam syafi’i berkata dalam salah satu riwayat yang diriwayatkan oleh Al-Khatab dalam sebua kitab al-faqih wa al-muttafaqoh lahu  bahwa:”Seseorang tidak diperbolehkan memberikan fatwa dalam masalah agama, kecuali bagi seseorang yang memiliki pengetahuantentang Al-quran, baik menyangkut ayat nasikh dan mansukhnya, ayah muhkamat dan mutasyabihatnya, tawil dan tanzil,. Ayat Makiyah dan Madaniyahnya, dan isi kandungnnya.” Setelah itu dia harus mengetahui Hadist Rasulullah U dia harus mengetahui hadist tersebut  seperti dian mengetahui Al-quran, serta dia harus menggunakan hal tersebut secara adil.
Kemudian setelah itu dia harus mengetahui perbedaan pendapat orang yang berilmu dari berbagai penjuru, lalu ia mendatanginya. Apabila sudah seperti itu, maka diperbolehkan baginya untuk mengemukakan pendapat dan memberikan fatwa tentang halal dan haram.[11]

F.  Keberadaan Madzhab Beliau

Madzhab Imam Syafi’i paling banyak tersebar di  Mesir, Yordan dan sebagian penduduk Suria serta Libanon, terdapat juga di Irak, Pakistan, Yaman, Iran dan yang paling mendominasi di Indonesia dan Somalia.[12]

G.  Proses Penyebaran


               Penyebar-luasan pemikiran Mazhab Syafi'i berbeda dengan mazhab sebelumnya (Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki) yang mana lebih dominan dipengaruhi oleh Kekhalifahan. sedagkan pokok pikiran dan prinsip dasar Mazhab Syafi'i lebih disebar-luaskan oleh para murid-muridnya. Diantara murid-muridya yang dari Mesir, diantaranya:
·         Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 846)
·         Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 878)
·         Ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 884)

H.                        Daerah yang Menganut Madzhab Mayoritas Syafi’i

1.      Libia
2.      Indonesia
3.      Pilipin
4.      Malaysia
5.      Somalia
6.      Palestina
7.      Yordania
8.      Libanon
9.      Siriya
10.  Irak
11.   Hijaz
12.  Pakistan
13.  India
14.  Jazira,dll.

I.     Perkembangan Madzhab Imam Syafi’i di Indonesia

Setelah kerajaan Fatimiyyah ditumbangkan oleh Sultan Shalahuddin Al-Ayubi di Mesir pada tahun 557 H. Mulailah Shalahuddin mendatang mubalig-mubalig Islam bermanzhab Syafi’i ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Salah satunya : Ismail Ash-Shiddiq yang dikirim ke Pasai untuk mengajarkan Islam bermadzhab Syafi’i.[13]

J.   Wafatnya beliau

Imam As-Syafi’i tinggal di Bagdad hanya dua tahun. Setelah itu beliau pindah ke Mesir dan tinggal disana sampai beliau wafat. Pada tahun 204 H pada bulan rajab dan usia beliau ketika wafat 54 tahun. Beliau telah meninggalkan warisan yang tak ternilai, yaitu ilmu yang beliau tulis di kitab Ar-Risalah dalam ilmu Ushul Fiqh.
Disamping itu beliau juga menulis kitab Musnad As-Syafi’i, berupa kumpulan hadist Nabi r yang diriwayatkan oleh beliau. Dan kitab Al-Umm berupa kumpulan keterangan beliau dalam masalah fiqih.
                Setelah mengalami penyakit wasir yang menyebabkan keluar darah terus  menerus, Imam As-Syafi’i wafat pada akhir bulan Rajab tahun 204 H dan dimakamkan dimesir.[14]

BAB III

PENUTUP

Masih banyak lagi kisah perjalanan imam As-Syafi’i dalam menuntut ilmu dan keutamaan beliau. Namun, masih banyak lagi aspek yang tak terjangkau oleh penulis. Sosok imam hebat yang namanya melegenda hingga saat ini. Dan pasti masih banyak cerita tentang pahitnya beliau dalam menunntut ilmu. Dan pengimbangan rasa mujahadah dalam memahami ilmu dien.
Bahkan telah ditulis oleh para Imam-Imam Ahlus Sunnah wal Jamaah kitab-kitab tebal yang berisi untaian mutiara hikmah peri hidup Imam besar ini. Seperti Al-Imam Al-Baihaqi menulis kitab Manaqibus Syafi`ie , juga Ar-Razi menulis kitab dengan judul yang sama.
Dan masih banyak lagi yang lainnya. Itu semua menunjukkan kepada kita, betapa agungnya Imam besar ini di mata para Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Semoga Allah Ta`ala menggabungkan kita di barisan mereka di hari kiamat nanti.
Dan semoga kita lebih bersemangat memahami ilmu fiqh, Karna imam kita ini telah mengabadikan karyanya dalam sebuah kitab untuk diwariskan pada umat tanpa harus bersusah payar bersafar hanya demi mendapatkan jawaban dari sebuah permasalahan yang belum terselesaikan seperti yang dilakukan imam kita ini.






DAFTAR PUSTAKA

Dr. Wahbah Zuhaili, al wajiz fi al-fiqhi islam.
ibnu kholdun, muqaddimah Ibnu Khaldun.
ringkasan kitab al-umm jidid 1 terjemah diwan Imam Syafi’i.
Dr, Muhammad Ali As-Sayis, 60 biografi ulama.
Syaikh muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Islam sepanjang sejarah.
Ebook, Abdus Salam Al indunisy Biografi Ahlul hadist.
http://rofistera.wordpress.com/,05-05-2014,18:37.
ibbnu majjah, pdf biorafi Imam empat.
Mana’ul qotn, Tasyri’fiqh fil islam.
Muhammad Suwaid, tarbiyatul aulad.
pdf biografi ulama’ ahlu sunnah Abdus Salam Al Indunisy.
Ringkasan qodatul fikri Al-islami, hal.7 Abdullah bin sa’ad.
http://mersi.jw.lt/Imam_Syafii.





[1] PDF Biografi kumpulan ulama-ulama ahli sunnah
[2]  Tarbiyatul aulad, hal.158
[3] Ringkasa terjemahan kitab Al-Umm, hal.09
[4] Salah seorang mentri pada zaman Khalifah Al-Mansur
[5] Tasyri’fiqh fil islam, hal.297
[6] http://www.alkhoirot.net/2013/12/biografi-imam-syafii.html
[7] Yakni hukum yang menghapus hukum lain.
[8] Yakni hukum yang telah dihapus oleh hukum yang lain.
[9] HR. Abu Nu’aim AL-Asfahani dalam Al-Hilyah nya juz 9 hal. 109
[10] Ibid hal.111
[11] Pdf panduan hukum islam hal.49

[12] Ringkasan qodatul fikri Al-islami, hal.7 Abdullah bin sa’ad
[13] http://serpihanpena.blogspot.com/2011/11/profil-mazhab-imam-syafii-penyebarannya.html
[14] http://mersi.jw.lt/Imam_Syafii

0 komentar:

Posting Komentar

 
;