Sabtu, 30 November 2013 0 komentar

met baca.....




Publikasi: 07/04/2004 08:51 WIB
eramuslim - Suamiku ke luar kota lagi. Terpaksa deh nggak belanja ke pasar, nunggu tukang sayur aja yang biasa beredar di komplek. Waduh! Ibu-ibu, para tetanggaku udah pada ngumpul. Bakalan seru nih. Mereka tengah mengelilingi gerobak sayur yang berhenti tak jauh dari rumahku. Percakapan nggak penting pun meramaikan suasana pagi. Biasalah ibu-ibu...
”Mbak, suaminya ke luar kota lagi ya?’ tanya seorang tetanggaku padaku saat
aku baru saja mengucapkan salam pada mereka.
Rata-rata tetanggaku masih muda juga, nggak jauh usianya dariku.
”Kalau saya sih, kalau suami saya lagi keluar kota, bawaannya tuh pingin
tau aja dia lagi di mana, lagi ngapain.” Sahut seorang tetanggaku tiba-
tiba.
”Suami mbak suka nelfon nggak?” tanya seorang tetanggaku yang lain padaku.
Duh, ibu-ibu sukanya ngurusin orang lain aja deh, gumamku dalam hati. Aku
sih hanya bisa tersenyum.
”Kalau suami saya nih ya... ” kata tetangga depan rumahku, ”mesti diingetin
dulu sebelum berangkat ’ntar kalo udah nyampe telfon’. Gitu... Kalo nggak
diingetin bisa nggak ada kabar sampe pulang lagi ke rumah.”
”Iya memang... mereka nyantai aja, tapi kita yang khawatir di rumah.”
sambung yang lain.
Dalam hati, kalau suamiku sih... tiap ke luar kota tujuannya jelas, bagian
dari pekerjaannya. Jadi gimana mau khawatir?! Emang sih dia nggak pernah
nelfon aku untuk ngasih tau dia sedang apa. Tapi cukup hanya dengan miscal
aku, aku tahu kok dia ngapain aja.
Tiap pagi jam 3 dia miscal, tanda dia udah bangun, mau sholat malem. Jam 5
miscal lagi tanda dia udah sholat subuh, mau ngaji. Miscal Jam 7 tandanya
dia udah makan, udah siap mau beraktivitas. Miscal jam 12 tandanya dia mau
sholat zhuhur trus makan siang. Miscal jam 3 sore tandanya dia mau sholat
ashar. Miscal jam 6 tandanya dia mau sholat maghrib dan diam di masjid
sampe isya. Jam 8 malam dia miscal lagi tanda dia udah makan malam. Kalau
deringnya lama tandanya dia mau ngobrol sama aku atau anak-anak. Kalau
nggak, ya berarti dia capek banget, mau langsung tidur.
”Kalo jeng ini mana khawatir, ibu-ibu.” bela tetangga sebelah
rumahku, ”Lihat dong jilbabnya. Tinggal berserah diri sama Tuhan, ya
sudah.” diikuti dengan anggukan ibu-ibu yang lain.
”Kalau suami saya itu ada lucunya juga... ” kata tetanggaku yang sedang
memilih2 sayur bayam, ”kadang-kadang tengah malem dia nelfon ke rumah cuma
mo bilang selamat tidur aja. Hi hi...”
”Wah, Kalo suami saya sih, suka nggak sensi. Kalo saya nelfon bilang lagi
kangen sama dia, dia cuma bilang ’besok juga aku pulang’... Mbok ya bilang
kangen juga gitu lho. Nggak sensi deh, nggak romantis!” gerutu seorang
tetanggaku. ”Kalau suami mbak? Romantis nggak?” tanyanya padaku.
Walah?! Aku hanya tertawa kecil, lebih sibuk memilih ikan daripada ikut
nimbrung percakapan mereka.
”Eh jangan salah. Jeng ini suaminya romantis buanget.” bela tetangga
sebelah rumahku lagi.
Lha?! Aku jadi bingung. Kok malah dia yang lebih tahu.
”Pernah nih...” lanjutnya, ”pagi-pagi Jeng ini bikin kopi anget. Suaminya
lagi duduk2 di depan rumah. Saya lagi nyapu halaman. Abis diminum sedikit
sama suaminya, dia minta Jeng ini nyicipin. Ternyata kopinya itu pahit,
lupa dikasih gula. Tapi gelasnya langsung ditarik sama suaminya. Tau nggak
kata suaminya? Katanya gini... ’udah nggak pa pa, abis dicicipin dinda
tadi, langsung manis tuh’. Gituuu...”
Waaa?! Semua orang memandangku... rasanya wajah ini sudah memerah jambu.
Tapi aku jadi inget kejadian sore itu. Hi hi hi. Lucu juga.
”Waduh waduh... nggak nyangka lho mbak.” komentar tetanggaku, ”Ternyata di
balik itu...”
”Makanya jangan kayak nuduh suami orang nggak romantis gitu dong.” sahut
tetanggaku yang lain.
”Kalo suami saya mah jauh dari romantis. Kalo saya lagi pusing, pinginnya
kan dimanja, dipijetin. Eee ini malah disuruh minum obat. Kalo nggak ada,
beli sendiri ke warung.” gerutu seorang tetanggaku.
”yah betul atuh. Kalo pusing mah minum obat, masa minum racun.” sahut si
akang tukang sayur yang ternyata mengikuti perbincangan pagi itu. Tawa ibu-
ibu pun menyambut ceplosannya. Aku jadi ikut ketawa juga. Tukang sayurnya
ikut-ikutan aja deh.
Pikir-pikir, Kalo suamiku sih... kalo nemenin belanja, selalu ngangkatin
barang2 belanjaan. Kalo aku masak pagi2 untuk sarapan, dia pasti nemenin
aku duduk di ruang makan walaupun sebenernya dia masih ngantuk, nggak tega
katanya kalo aku sendirian di dapur. Kalo aku lagi males nyetrika, dia
bilang ’udah besok aja’, padahal baju itu mo dipake besok itu juga. Emang
sih dia nggak bantuin nyetrika. Tapi aku kan jadi nggak beban.
Tapi apakah suamiku romantis, aku masih ragu... Pernah suatu kali saat
suamiku berada dalam perjalanan ke luar kota. Aku lagi iseng nih ceritanya.
Aku sms dia, ”abang, malam ini gelap ya? oh iya, kan bulannya lagi ke luar
kota.” Dan tak berapa lama dia membalas, ”nggak ada bulan tuh disini, nda.
gelap juga, sama.” He he he... ternyata dia nggak ngerti maksudku.
Tapi ah, ngapain aku pikirin. Romantis gak romantis, tetep cinta kok.
Tiba-tiba hp-ku berbunyi di kantong gamisku.
”Wah, ada sms ya, Jeng. Pasti dari suaminya.” goda tetangga sebelah rumahku.
”Iya... tadi pagi saya sms nanyain gimana pagi di sana. Ini pertama kalinya
dia datang ke kota itu.” jawabku sambil membaca apa yang tertulis di layar
hp-ku itu.
”Apa jeng katanya?” usik tetanggaku yang penasaran melihat aku tersenyum
geli.
”Nggak penting kok.” jawabku sambil memasukkan semua belanjaanku ke dalam
plastik dan membayarnya. ”Yuk, ibu-ibu... assalaamu’alaykum.” Aku pun pamit
pulang ke rumah.
Hmmm, masih dengan senyuman ini... tak bisa hilang kata-kata yang terbaca
di layar hp itu dari benakku, jawaban saat kutanya keadaan pagi di kota
tempat ia sedang berada.
”Dinda sayang... bagaimana hari bisa pagi di sini, sementara matahari
terbit di mata dinda”


Jumat, 29 November 2013 0 komentar

ZAINAB BINTI RASULULLAH Penebus Suaminya (Wafat 8 H/ 630 M)[1]




v  Nasab dan Masa Pertumbuhannya
Zainab dilahirkan sepuluh tahun sebelum ayah beliau diangkat sebagai Nabi.  Beliau adalah putri pertama Rasulullah dari istri beliau ummul mukminin Khadijah binti Khuwailid. Rasulullah telah menikahkannya dengan sepupu beliau, yaitu Abul ‘Ash bin Rabi’ bin Abdul Uzza bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay sebelum beliau diangkat menjadi Nabi, atau ketika Islam belum tersebar di tengah-tengah mereka. lbnu Abul ‘Ash adalah Halah binti Khuwaylid, bibi Zainab dari pihak ibu. Dari pernikahannya dengan Abul ‘Ash mereka mempunyai dua orang anak: Ali dan Umamah. Ali meninggal ketika masih kanak-kanak dan Umamah tumbuh dewasa dan kemudian menikah dengan Ali bin Abi Thalib, setelah wafatnya Fatimah.
Setelah berumah tangga, Zainab tinggal bersama Abul ‘Ash bin Rabi’ suaminya. Hingga pada suatu ketika, pada saat suaminya pergi bekerja, Zainab mengunjungi ibunya. Dan ia dapatkan keluarganya telah mendapatkan suatu karunia dengan diangkatnya, ayahnya, Nabi Muhammad menjadi Nabi akhir zaman. Zainab mendengarkan keterangan tentang Islam dari ibunya, Khadijah.. Keterangan ini membuat hatinya lembut dan menerima hidayah Islam. Dan keislamannya ini ia pegang dengan teguh, walaupun ia belum menerangkan keislamannya kepada suaminya, Abul ‘Ash.
Sedangkan Abul ‘Ash bin Rabi’ adalah termasuk orang-orang musyrik yang menyembah berhala. Pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai peniaga. Ia sering meninggalkan Zainab untuk keperluan dagangnya. la sudah mendengar tentang pengakuan Muhammad sebagai Nabi .. Namun, ia tidak mengetahui bahwa istrinya, Zainab sudah memeluk Islam. Pada tahun ke-6 setelah hijrah Nabi . ke Madinah.

Abul ‘Ash bin Rabi’ pergi ke Syria beserta kafilah-kafilah Quraisy untuk berdagang. Ketika Rasulullah . mendengar bahwa ada kafilah Quraisy yang sedang kembali dari Syria, beliau mengirim Zaid bin Haritsah ra. bersama 313 pasukan muslimin untuk menyerang kafilah Quraisy ini. Mereka menghadang kafilah ini di dekat Al-is di Badar pada bulan jumadil Awal. Mereka menangkap kafilah itu dan barang-barang yang dibawanya serta menahan beberapa orang dari kafilah itu, termasuk Abul ‘Ash bin Rabi’. Ketika penduduk Mekkah datang unluk menebus para tawanan, maka saudara laki-laki Abul ‘Ash, yaitu Amar bin Rabi’, telah datang untuk menebus dirinya. Ketika itu, Zainab istri Abul ‘Ash masih tinggal di Mekkah. la pun telah mendengar berita serangan kaum muslimin atas kafilah-kafilah Quraisy termasuk berita tertawannya Abul ‘Ash.
Berita ini sangat meiiyedihkannya. Lalu ia mengirimkan kalungnya yang terbuat dari batu onyx Zafar hadiah dari ibunya, Khadijah binti Khuwaylid ra.. Zafar adalah sebuah gunung di Yaman. Khadijah binti Khuwaylid telah memberikan kalung itu kepada Zainab ketika ia akan menikah dengan Abul ‘Ash bin Rabi’. Dan kali ini, Zainab mengirimkan kalung itu sebagai tebusan atas suaminya, Abul ‘Ash. Kalung itu sampai di tangan Rasulullah . Ketika beliau . melihat kalung itu, beliau segera mengenalinya. Dan kalung itu mengingatkan beliau kepada istrinya yang sangat ia sayangi, Khadijah. Beliau berkata, ‘Seorang Mukmin adatah penolong bagi orang Mukmin lainnya. Setidaknya mereka memberikan perlindungan. Kita lindungi orang yang dilindungi oleh Zainab. jika kalian bisa mencari jalan untuk niembebaskan Abul ‘Ash kepada Zainab dan mengembalikan kalungnya itu kepadanya, maka lakukaniah.’ Mereka menjawab, ‘Baik, ya Rasulullah ‘ Maka mereka segera membebaskan Abul ‘Ash dan mengembalikan kalung itu kepada Zainab.
Kemudian Rasulullah , menyuruh Abul ‘Ash agar berjanji untuk membiarkan Zainab bergabung bersama Rasulullah . Dia pun berjanji dan memenuhi janjinya itu. Ketika Rasulullah . pulang ke rumahnya, Zainab datang menemuinya dan meminta untuk mengembalikan kepada Abul ‘Ash apa yang pernah diambil darinya. Beliau mengabulkannya. Pada kesempatan itu, Beliau pun telah melarang Zainab agar tidak mendatangi Abul ‘Ash, karena dia tidak halal bagi Zainab selama dia masih kafir.

Lalu Abul ‘Ash kembali ke Mekkah dan menyelesaikan semua kewajibannya. Kemudian dia masuk Islam dan kembali kepada Rasulullah sebagai seorang Muslim. Dia berhijrah pada bulan Muharram, 7 Hijriyah. Maka Rasulullah pun mengembalikan Zainab kepadanya, berdasarkan pernikahannya yang pertama.
Zainab wafat pada tahun 8 Hijriyah. Orang-orang yang memandikan jenazahnya ketika itu, antara lain ialah; Ummu Aiman, Saudah binti Zam’ah, Ummu Athiyah dan Ummu Salamah.. Rasulullah berpesan kepada mereka yang akan memandikan jenazahnya ketika itu, ‘Basuhilah dia dalarn jumlah yang ganjil, 3 atau 5 kali atau lebih jika kalian merasa lebih baik begitu. Mulailah dari sisi kanan dan anggota-anggota wudhu. Mandikan dia dengan air dan bunga. Bubuhi sedikit kapur barus pada air siraman yang terakhir. Jika kalian sudah selesai beritahukaniah kepadaku.’ Ketika itu, rambut jenazah dikepang meniadi tiga kepangan, di samping dan di depan lalu dikebelakangkan. Setelah selesai dari memandikan jenazah, Ummu Athiyah memberitahukan kepada Nabi. Lalu Nabi memberikan selimutnya dan berkata, ‘Kafanilah dia dengan kain ini.’
Cerita cinta
Cinta tak cukup untuk menyatukan dua manusia. Tatkala jalan telah berbeda, tak kan mungkin mereka saling bersama. Namun cahaya keimanan akan mempertemukan kembali yang telah terpisahkan sekian lama.
Tersebutlah kisah tentang putri pemimpin para nabi. Terlahir dari rahim ibundanya, seorang wanita bangan Quraisy, Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyyah radhiallahu ‘anhu, saat ayahnya memasuki usia tiga puluh tahun. Dia bernama Zainab radhiallahu ‘anha bintu Muhammad bin ‘Abdillah .
Semasa hidup ibunya, sang putri yang menawan ini disunting oleh seorang pemuda, Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ bin ‘Abdil ‘Uzza bin ‘Abdisy Syams bin ‘Abdi Manaf bin Qushay Al-Qurasyi namanya. Dia putra Halah bintu Khuwailid, saudari perempuan Khadijah. Ketika itu, Khadijah radhiallahu ‘anha menghadiahkan seuntai kalung untuk pengantin putrinya. Dari pernikahan itu, lahir Umamah dan ‘Ali, dua putra-putri Abul ‘Ash.

Tatkala cahaya Islam merebak, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka hati Zainab radhiallahu ‘anha untuk menyambutnya. Namun, Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ masih berada di atas agama nenek moyangnya. Dua insan di atas dua jalan yang berbeda.
Orang-orang musyrik pun mendesak Abul ‘Ash untuk menceraikan Zainab, namun Abul ‘Ash dengan tegas menolak mentah-mentah permintaan mereka. Akan tetapi, Zainab radhiallahu ‘anha masih pula tertahan untuk bertolak ke bumi hijrah.
Ramadhan tahun kedua setelah hijrah, terukir peristiwa Badr. Dalam pertempuran itu, terbunuh tujuh puluh orang dari pihak musyrikin dan tertawan tujuh puluh orang dari mereka. Di antara tawanan itu ada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’.
Penduduk Makkah pun mengirim tebusan untuk membebaskan para tawanan. Terselip di antara harta tebusan itu seuntai kalung milik Zainab radhiallahu ‘anha untuk kebebasan suaminya. Ketika melihat kalung itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenang pada Khadijah radhiallahu ‘anha yang telah tiada. Betapa terharu hati beliau mengingat putri yang dicintainya. Lalu beliau berkata pada para shahabat, “Apabila kalian bersedia membebaskan tawanan yang ditebus oleh Zainab dan mengembalikan harta tebusan yang dia berikan, lakukanlah hal itu.” Para shahabat pun menjawab, “Baiklah, wahai Rasulullah!”
Kemudian mereka lepaskan Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ dan mengembalikan seuntai kalung Zainab yang dijadikan harta tebusan itu. Ketika itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Abul ‘Ash untuk berjanji agar membiarkan Zainab pergi meninggalkan negeri Makkah menuju Madinah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu bersama salah seorang Anshar sembari berkata, “Pergilah kalian ke perkampungan Ya’juj sampai bertemu dengan Zainab, lalu bawalah dia kemari.
Berpisahlah Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas jalan Islam, meninggalkan suaminya yang masih berkubang dalam kesyirikan.
Menjelang peristiwa Fathu Makkah, Abul ‘Ash keluar dari negeri Makkah bersama rombongan dagang membawa barang-barang dagangan milik penduduk Makkah menuju Syam. Dalam perjalanannya, rombongan itu bertemu dengan seratus tujuhpuluh orang pasukan Zaid bin Haritsah yang diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghadang rombongan dagang itu. Pasukan muslimin pun berhasil menawan mereka dan mengambil harta yang dibawa oleh rombongan musyrikin itu, namun Abul ‘Ash berhasil meloloskan diri. Ketika gelap malam merambah, Abul ‘Ash dengan diam-diam menemui istrinya, Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk meminta perlindungan.
Subuh tiba. Rasulullah dan para shahabat berdiri menunaikan Shalat Shubuh. Saat itu, Zainab radhiallahu ‘anha berseru dengan suara lantang, “Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku telah memberikan perlindungan kepada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’!”
Usai shalat, Rasulullah menghadap pada para shahabat sembari bertanya, “Kalian mendengar apa yang aku dengar?” “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau berkata lagi, “Sesungguhnya aku tidak mengetahui apa pun sampai aku mendengar apa yang baru saja kalian dengar.”
Kemudian beliau menemui putrinya dan berpesan, “Wahai putriku, muliakanlah dia, namun jangan sekali-kali dia mendekatimu karena dirimu tidak halal baginya.” Zainab radhiallahu ‘anha menjawab, “Sesungguhnya dia datang semata untuk mencari hartanya. 
Setelah itu Rasulullah mengumpulkan pasukan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu dan berkata pada mereka, “Sesungguhnya Abul ‘Ash termasuk keluarga kami sebagaimana kalian ketahui, dan kalian telah mengambil hartanya sebagai fai’ yang diberikan Allah kepada kalian. Namun aku ingin kalian berbuat kebaikan dan mengembalikan harta itu kepadanya. Akan tetapi kalau kalian enggan, maka kalian lebih berhak atas harta itu.” Para shahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, kami akan kembalikan harta itu padanya.
Seluruh harta yang dibawa Abul ‘Ash kembali ke tangannya dan tidak berkurang sedikit pun. Segera dia membawa harta itu kembali ke Makkah dan mengembalikan setiap harta titipan penduduk Makkah pada pemiliknya. Lalu dia bertanya, “Apakah masih ada di antara kalian yang belum mengambil kembali hartanya?” Mereka menjawab, “Semoga Allah memberikan balasan yang baik padamu. Engkau benar-benar seorang yang mulia dan memenuhi janji.” Abul ‘Ash pun kemudian menegaskan, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya! Demi Allah, tidak ada yang menahanku untuk masuk Islam saat itu, kecuali aku khawatir kalian menyangka bahwa aku memakan harta kalian. Sekarang setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala tunaikan harta itu kepada kalian masing-masing, aku masuk Islam.” Abul ‘Ash bergegas meninggalkan Makkah, hingga bertemu dengan Rasulullah dalam keadaan Islam.
Enam tahun bukanlah rentang waktu yang sebentar. Akhir penantian yang sekian lama pun menjelang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembalikan putri tercintanya, Zainab radhiallahu ‘anhu kepada suaminya, Abul ‘Ash bin Ar- Rabi’ radhiallahu ‘anhu, dengan nikahnya yang dulu dan tanpa menunaikan kembali maharnya. Dua insan kini bersama meniti jalan mereka …
Namun, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan taqdir-Nya. Tak lama setelah pertemuan itu, Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke hadapan Rabb-nya, pada tahun kedelapan setelah hijrah, meninggalkan kekasihnya untuk selamanya. 
Di antara para shahabiyyah yang memandikan jenazahnya, ada Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha. Darinya terpapar kisah dimandikannya jenazah Zainab radhiallahu ‘anha, sesuai perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan guyuran air bercampur daun bidara. Seusai itu, rambut Zainab radhiallahu ‘anha dijalin menjadi tiga jalinan. Jenazahnya dibungkus dengan kain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putri pemimpin para nabi itu telah pergi.





[1] .Thobaqotul kubro liibnu Sa’id 8: hal 30-36, Al-ishobah 8:91, Asadul Ghobah 7:129,  Nisa’ Haula Rosul, Sayid Jumaili hal 138-146.
Selasa, 26 November 2013 0 komentar

tau kah kalian..



Islam sangat ketat mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Terutama adalah bagi mereka yang tidak memiliki hubungan darah. Istilah Mahram berarti adalah orang  yang  haram dinikahi. Mahram diantaranya adalah adik/kakak kandung, ayah, ibu, kakek, nenek.

Saudara sepupu (anaknya paman) bukanlah Mahram. Sehingga dia juga orang ‘lain’ meskipun masih terhitung saudara. Jangan sampai keliru. Adik/kakak sepupu lain jenis juga tidak boleh bebas bergaul.

Bagi pasangan lelaki dan perempuan yang sedang berpacaran atau bertunangan, sebaiknya tidak melakukan khalwat (bersepi-sepi berdua) apalagi sampai bersentuhan. Hal itu sangat dilarang dalam Islam. Apakah ada bahayanya?  Lihat TANDA MERAH dalam gambar di di bawah.

Description: Inilah Yang Terjadi Jika Laki-Laki & Perempuan Bukan Mahram Bersentuhan




Kajian menunjukkan bahwa bagian berwarna merah adalah peningkatan suhu yang tinggi di kawasan tersebut. Ketika berpegangan tangan, jantung seorang perempuan akan berdegup kencang kerana cinta dan kasih sayang. Sedangkan lelaki berdegup di otak dan kemaluan kerana nafsu semata-mata.

Daripada Ma’qil Bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Seandainya kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum besi, itu adalah lebih baik bagi kamu daripada kamu menyentuh wanita yang tidak halal bagi kamu.” (Hadis Riwayat ath-Thabrani).

Daripada Ibnu Abbas r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah seorang lelaki berdua-duaan (khalwat) dengan wanita kecuali bersama mahramnya.” (Hadis Riwayat Bukhari & Muslim).

Di dalam surah An-Nur:30, Allah s.w.t berfirman yang maksudnya:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’”.


Wallahualam!
- See more at: file:///C:/Users/ma%20hdy/Downloads/kesalahan%20shalat/New%20folder%20(3)/Inilah%20Yang%20Terjadi%20Jika%20Laki-Laki%20&%20Perempuan%20Bukan%20Mahram%20Bersentuhan%20_%20Tempatnya%20Informasi%20Terkini.htm#sthash.cCAiLaob.dpuf

 
;