Jumat, 09 Mei 2014

Ulama' Ahli hadist


SELAYANG PANDANG MENGENAL DUA IMAM HADIST



MAKALAH ILMIYAH
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Jurusan Fiqh, Mata Kuliyah Mustholahul Hadist

Oleh:
FAHMI NUR HAMIDAH
Nim: 013.08.0115

MA’HAD ‘ALLY HIDAYATURRAHMAN LIDDIRASAH AL-ISLAMIYAH
Pilang, Masaran, Sragen




BAB I
PENDAHULUAN
Rasulullah r bersabda, “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi, sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.”(H.R Tirmidzi Ad-Darimi, Abu Daud, Disahihkan oleh Al-Albani)
Dan sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan benar-benar mengalami puncak kejayaannya salah satunya adalah ilmu hadist. Dengan demikian kita mengetahui bahwa hadist sebagai sumber ajaran islam menempati posisi kedua yang sangat penting dan strstegis didalam kajian-kajian keislaman. Setidaknya dengan mengetahui beografi para ulama’ dalam menelusuri dan menulis hadist-hadist Rasulullah.
Maka tidak kalah pentingnya dalam hal ini adalam mengetahui profil dan sejarah para ulama’ yang menulis hadist. Dengan jasa mereka kita dapat dengan mudah memperoleh sumber-sumber hukum secara lengkap dan sistematis serta dapat meneladani mereka. Oleh karna itu, begitu teramat pentingnya ilmu hadist kami mencoba untuk menyusun sebuah makalah mengenai biografi imam ahli hadist khususnya  Imam Ibnu Majah dan Imam Tirmidzi.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    IBNU MAJAH
a)      Nama dan Nasab beliau
Nama sebenarnya Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’i al-Qazwini dari desa Qazwin, Iran. Nama panggilannya Abu Abdullah yang terkenal dengan Ibnu Majah, sebutan mjah sebenarnya adalah gelar bapaknya.[1] Lahir tahun 209 dan wafat tahun 273. Beliau adalah muhaddits ulung, mufassir dan seorang alim. Beliau memiliki beberapa karya diantaranya adalah Kitabus Sunan, Tafsir dan Tarikh Ibnu Majah.
Ia melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk menulis hadits, anatara lain Ray, Basrah, Kufah, Bagdad, Syam, Mesir dan Hijaz.
Ia menerima hadist dari guru-gurunya antara lain; Ibnu Syaibah, Sahabatnya Malik dan Abu Ya’la. Abu ya’la berkata,” Ibnu Majah seorang ahli hadist dan mempunyai banyak kitab”.
Beliau menyusun kitabnya dengan sistematika fiqh, yang tersusun atas: 32 hadist dan 1500 bab dan jumblah hadistnya sekitar 4000 hadist. Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi menghitung ada sebanyak 4241 hadist didalammya. Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadist yang shahih, dhaif, bahkan maudhu’. Imam Abdul Faraj Ibnu Juizi mengkritik dan hampir 30 hadist maudhu didalam Sunan Ibnu Majah walaupun disanggah oleh As-Suyuti.
Ibnu Katsir berkata,” Ibnu Majah pengarang kitab Sunan, susunannya itu menunjukan keluasan ilmunya dalam bidang Usul dan furu’, kitabnya mengandung 30 Kitab; 150 bab, 4.000 hadits, semuanya baik kecuali sedikit saja”.
Al-Imam Al-Bushiri menulis hadist tambahan hadist didalam Sunan Abu Dawud yang tidak terdapat didalam kitabul khomsah sebanyak 1552 hadist didalam kitabnya Misbah Az-Zujajah fi Zawaid Ibni Majah serta menunjukkan derajat Sahih,  Hasan, dhaif, maupun maudhu’. Oleh karena itu, penelitian terhadap hadist-hadist didalamnya amatlah urgen dan penting.
b)     Perjalanan Menuntutilmu
Sama halnya dengan imam imam terdahulu yang gigih menuntut ilmu, seorang imam terkenal imam ibnu majah juga melakukan perjalanan yang cukup panjang untuk mencari secercah cahaya ilmu, karena ilmu yang dituntut langsung sumbersumbernya memiliki nilai tersendiri dari pada belajar diluar daerah ilmu itu berasal. Oleh sebab itu Imam Ibnu Majah sudah melakukan rihlah ilmiyahnya kebebeapa daerah seperti, kota-kota diirak, Hijaz, Syam, Pars, Mesir, Basrah, Kuffah, Mekkah, Madinah, Damaskus, ray (Teheran) dan Konstatinopel. Dalam pengembaraannya Imam Ibnu Majah bertemu banyak guru yang dicarinya, dari merekalah nantinya ia menggali sedalam-dalamnya Ilmu pengetahuan dan menggali potensinya. Rihlah ini akhirnya menghasilkan buah yang sangat manis dan bermanfaat sekali lagi bagi kelangsungan gizi umat islam, karena perjalanannya ini telah membidani lahirnya buku yang sangat monumental, yaitu kitab ”Sunan Ibnu Majah”.

c)      Para Guru dan Murid Imam Ibnu Majah
Dalam perjalanan konteks ilmiyahnya ternyata banyak para syaikh pakar yang ditemuinya dalam bidang hadist; diantaranya adalah keduaanak syaikh Syaiban(Abdullah bin Usman), akan tetapi sang imam Ibnu Majah lebih banyak meriwayatkan hadist dari:
1)      Abdullah bin Abi Syiban
2)      Abu Khaitsmah Zahir bin Harb
3)      Duhim
4)      Abu Mus’ab Az-Zahry
5)      Alhafidz Ali bin Muhammad At-Tanafasy
6)      Jurabah bin Mughallis
7)      Muhammad bin Abdullah bin Numayr
8)      Hisyam bin Ammar
9)      Ahmad bin Al-Azhar
10)  Basyar bin Adam
   Murid-murid beliau adalah:
1)      Abu Hasan Ali bin Ibrahim Al-qatthan
2)      Sulaiman bin Yazid
3)      Abu Ja’far Muhammad bin Isa Al-Mathu’i
4)      Abu Bakar hamid Al-Abhary
Keempat murid ini adalah para perawi Sunan Ibnu Majah, tapi yang sampai pada kita sekarang adalah dari Abu Hasan bin Qatthan saja.
d)     Sanjungan Para Ulama’ Terhadap Imam Ibnu Majah
Berkat istiqamah dan kegigihannya dalam dunia pendidikan, ditambah lagi ketekunannya dalam disiplin hadist, maka wajar apabila Imam Ibnu Majah termasuk ulama’ yang paling disegani pada masanya. Dan tak heran apabila beliau sering mendapatkan penghargaan yang tinggi dan sanjungan dari ulama-ulama lainnya.
Abu Ya’la Al-Kahlily Al-qazwiny berkata: “ Imam Ibnu Majah adalah seorang yang terpercaya yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dan pendapatnya dapat dijadikan argumentasi. Ia mempunyai pengetahuan yang luas dan banyak menghafal hadist”. Seorang mufassir dan kritikus hadist besar yang bernama Ibnu Katsir dalam karyanya “Al-Bidayah” mengatakan: “Muhammad bin yazid ( Ibnu Majah ) adalah pengarang kitab Suanan yang masyhur. Begitulah sebagian kecil sanjungan yang diterima Ibnu Majah selama ini.
e)      Karya-karya Imam Ibnu Majah
Kitab As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (enam kitab hadist) yang pokok.
Kitab Tafsir Al-quran. Sebuah kitab tafsir yang besar manfaatnya.
Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai Ibnu Majah

f)       Metodologi Imam Ibnu Majah dalam Berijtihad
Kalau kita berbicara seputar metodologi yang digunakan oleh Imam Ibnu Majah dalam pengumpulan dan penyusunan hadist, maka seyognya kita untuk mengulas lebih lanjut dari metode sang Imam dalam menyusun kitab “Sunan Ibnu Majah”. Karena buku yang digunakan sebagai salah satu referensi bagi umat islam ini adalah buku unggulan beliau yang populer sepanjang kehidupan. Walaupun beliau sudahberusaha untuk menghindarkannya dari kesalahan penulisan, namun sayang masih terdapat juga hadist-hadist dho’if bahkan maudu’ didalamnya. Dalam menulis buku Sunan ini, Imam Ibnu Majah memulainya terlebihdahulu dengan mengumpulkan hadist-hadist dan menyusunnya menurut kitab atau bab-bab yang berkenaan dengan masalah fiqh, hal ini seiring dengan metodologi para muhadditsin yang lain.
g)      Wafatnya
Pada tahun 273 H Beliau wafat diusia 64 tahun.[2]



B.     Imam At-Tirmidzi
a)      Nama dan Nasab
Imam At-Tirmidzi (209-279 H)
Nama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadits kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.[3]
b)     Perkembangan dan Perjalanannya
Kakek Abu ‘Isa At-Tirmidzi berkebangsaan Miraz, kemudian pindah ke Tirmiz dan menetap disana. Dikota inilah cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan. Sejak kecil Abu Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadist. Untuk keperluan inilah ia mengembara keberbagai negri: Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain. Dalam perjlanannya itu ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru hadits untuk mendengar hadits yang kem dihafal dan dicatatnya dengan baik di perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakannya dengan seorang guru diperjalanan menuju Makkah.
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya at-Tirmidzi meninggal dunia.
c)      Guru-gurunya dan murid-muridnya
Ia belajar dan meriwayatkan hadist dari ulama-ulama ternama. Diantaranya adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadist dan fiqh. Juga belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula hadist dari sebagian dari mereka.
Guru lainnya adalah:
1)      Qutaibah bin Saudi Arabia’id
2)      Ishaq bin Musa
3)      Mahmud bin Gailan
4)      Said bin ‘Abdur Rahman
5)      Muhammad bin Basysyar
6)      ‘Ali bin Hajar
7)      Ahmad bin Muni’
8)      Muhammad bin al-Musanna
Murid-muridnya:
Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya ialah:
1)      Makhul Ibnu Fadl
2)      Muhammad bin Mahmud ‘Anbar
3)      Hammad bin syakir
4)      ‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun
5)      al-Haisam bin Kubail asy-Syasyi
6)      Ahmad bin Yusuf an-Nasafi
7)      Abdul ‘Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi yang meriwayatkan kitab Al-Jami’ daripadanya, dan lain-lain.
d)     Kekuatan Hafalannya
Abu ‘Isa aat-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata:
“Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkata: Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menuslis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa “dua jilid kitab” itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan dia, saya memohon kepadanya untuk mendengar hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya.
Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat kenyataan ini, ia berkata: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba bacakan!’ suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang sulit atau garib, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.”
Dia adalah seorang penghafal yang kuat diluar kepala sehingga menjadi rujukan dalam hafalan dan keakuratan. Mempelajari Hadist, fiqh, dan ilmu-ilmu lainnya. Sehingga Ibnu Mubarak berkata: “Dalam ilmu fiqh ia pakarnya.”[4]
e)      Pandangan Para Kritikus Hadits Terhadapnya
Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus hadits, menggolangkan Tirmidzi ke dalam kelompok “Siqat” atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya, dan berkata: “Tirmidzi adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghafal hadits dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama.”Abu Ya’la al-Khalili dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits menerangkan; Muhammad bin ‘Isa at-Tirmidzi adalah seorang penghafal dan ahli hadits yang baik yang telah diakui oleh para ulama. Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh wat-Ta’dil. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulama lain. Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jami’us Sahih sebagai bukti atas keagungan derajatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang hadits yang sangat mendalam.[5]
f)       Fiqh Tirmidzi dan Ijtihadnya
Imam Tirmidzi, di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadits yang mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqh yang mewakili wawasan dan pandangan luas.
Barang siapa mempelajari kitab Jami’nya ia akan mendapatkan ketinggian ilmu dan kedalaman penguasaannya terhadap berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Salah satu contoh ialah penjelasannya terhadap sebuah hadits mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: “Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi az-Zunad, dari al-A’rai dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, bersabda: ‘Penangguhan membayar utang yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya.” Imam Tirmidzi memberikan penjelasan sebagai berikut: Sebagian ahli ilmu berkata: ” apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.” Diktum ini adalah pendapat Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.
Sebagian ahli ilmu yang lain berkata: “Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal ‘alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil).” Mereka memakai alas an dengan perkataan Usma dan lainnya, yang menegaskan: “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim.” Menurut Ishak, maka perkataan “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim” ini adalah “Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu.”
Itulah salah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, bahwa betapa cemerlangnya pemikiran fiqh Tirmidzi dalam memahami nas-nas hadits, serta betapa luas dan orisinal pandangannya itu.
Karya-karyanya
Imam Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab, di antaranya:
1. Kitab Al-Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi.
2. Kitab Al-‘Ilal.
3. Kitab At-Tarikh.
4. Kitab Asy-Syama’il an-Nabawiyyah.
5. Kitab Az-Zuhd.
6. Kitab Al-Asma’ wal-kuna.
Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah Al-Jami’.
Sekilas tentang Al-Jami’
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmidzi terbesar dan paling banyak manfaatnya. Ia tergolonga salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang Hadits) dan ensiklopedia hadits terkenal. Al-Jami’ ini terkenal dengan nama Jami’ Tirmidzi, dinisbatkan kepada penulisnya, yang juga terkenal dengan nama Sunan Tirmidzi. Namun nama pertamalah yang popular.
Sebagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar as-Sahih kepadanya, sehingga mereka menamakannya dengan Sahih Tirmidzi. Sebenarnya pemberian nama ini tidak tepat dan terlalu gegabah.
Setelah selesai menyususn kitab ini, Tirmidzi memperlihatkan kitabnya kepada para ulama dan mereka senang dan menerimanya dengan baik. Ia menerangkan: “Setelah selesai menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak dan Khurasan, dan mereka semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada Nabi yang selalu berbicara.”
Imam Tirmidzi di dalam Al-Jami’-nya tidak hanya meriwayatkan hadits sahih semata, tetapi juga meriwayatkan hadits-hadits hasan, da’if, garib dan mu’allal dengan menerangkan kelemahannya.
Dalam pada itu, ia tidak meriwayatkan dalam kitabnya itu, kecuali hadits-hadits yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqh. Metode demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. Oleh karenanya, ia meriwayatkan semua hadits yang memiliki nilai demikian, baik jalan periwayatannya itu sahih ataupun tidak sahih. Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap hadits.
Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata: “Semua hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan.” Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua buah hadits, yaitu: Pertama, yang artinya: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menjamak shalat Zuhur dengan Asar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab “takut” dan “dalam perjalanan.”
“Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia.” Hadits ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukan demikian. Sedangkan mengenai shalat jamak dalam hadits di atas, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan salat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli hadits juga Ibnu Munzir.
Hadits-hadits da’if dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya hanya menyangkut fada’il al-a’mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan). Hal itu dapat dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan mengamalkan) hadits semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan bagi hadits-hadits tentang halal dan haram.[6]

Wafatnya beliau
Di akhir kehidupannya, imam at Tirmidzi mengalami kebutaan, beberapa tahun beliau hidup sebagai tuna netra, setelah itu imam atTirmidzi meninggal dunia. Beliau wafat di Tirmidz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H bertepatan dengan 8 Oktober 892, dalam usia beliau pada saat itu 70 tahun.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Ilmu hadist adalah ilmu untuk mengetahui syari’at bagi umat islam, yang berisi segala larangan dan dasar-dasar hukum Islam. Dengan demikian, orang yang memiliki keahlian dalam bidang hadist mempunyai kemuliaan dan derajat yang paling tinggi. Sufyan Al-Tsauri berkata, “Aku tidak mengetahui ilmu yang paling utama setelah ilmu hadist. Karena pepatah mengatakan “tak kenal maka tak sayang” maka setelah kami memaparkan biografi dua Imam ahli hadist tersebut diatas kita lebih mencintai para ulama’ terdahulu dan lebih bersemangat dalam mempelajari hadist-hadist yang beliau rawayatkan kepada kita.
           







Referensi
Dr, Muhammad Ali As-Sayis, 60 biografi ulama
Syaikh muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Islam sepanjang sejarah
http://rofistera.wordpress.com/,05-05-2014,18:37
Abu Syuhbah Tirmidzi dalam Kutubus Sittah
Bidayah wanihayah,  juz 11 hal 66,67
Ebook, Abdus Salam Al indunisy Biografi Ahlul









[1] Tokoh-tokoh besar Islam sepanjang sejarah, hal 355
[2]  Tokoh-tokoh besar Islam sepanjang sejarah, hal. 355
[3]  60 Biografi Ulama Salaf, hal 550
[4]  Tokoh-tokoh besar Islam sepanjang sejarah, hal 353
[5]  Ebook, Abdus Salam Al indunisy Biografi Ahlul


0 komentar:

Posting Komentar

 
;