SELAYANG PANDANG MENGENAL DUA IMAM HADIST

MAKALAH ILMIYAH
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Jurusan Fiqh, Mata Kuliyah Mustholahul
Hadist
Oleh:
FAHMI NUR HAMIDAH
Nim: 013.08.0115
MA’HAD ‘ALLY HIDAYATURRAHMAN LIDDIRASAH AL-ISLAMIYAH
Pilang, Masaran, Sragen
BAB I
PENDAHULUAN
Rasulullah r bersabda, “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi, sungguh para nabi
tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka
barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang
banyak.”(H.R Tirmidzi Ad-Darimi, Abu Daud, Disahihkan oleh Al-Albani)
Dan sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan benar-benar mengalami puncak
kejayaannya salah satunya adalah ilmu hadist. Dengan demikian kita mengetahui
bahwa hadist sebagai sumber ajaran islam menempati posisi kedua yang sangat
penting dan strstegis didalam kajian-kajian keislaman. Setidaknya dengan
mengetahui beografi para ulama’ dalam menelusuri dan menulis hadist-hadist
Rasulullah.
Maka tidak kalah pentingnya dalam hal ini adalam mengetahui profil dan
sejarah para ulama’ yang menulis hadist. Dengan jasa
mereka kita dapat dengan mudah memperoleh sumber-sumber hukum secara lengkap dan
sistematis serta dapat meneladani mereka. Oleh karna itu, begitu teramat
pentingnya ilmu hadist kami mencoba untuk menyusun sebuah makalah mengenai
biografi imam ahli hadist khususnya Imam
Ibnu Majah dan Imam Tirmidzi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IBNU MAJAH
a) Nama dan
Nasab beliau
Nama sebenarnya Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’i
al-Qazwini dari desa Qazwin, Iran. Nama panggilannya Abu Abdullah yang terkenal
dengan Ibnu Majah, sebutan mjah sebenarnya adalah gelar bapaknya.[1] Lahir tahun 209 dan
wafat tahun 273. Beliau adalah muhaddits ulung, mufassir dan seorang alim.
Beliau memiliki beberapa karya diantaranya adalah Kitabus Sunan, Tafsir dan
Tarikh Ibnu Majah.
Ia melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk menulis hadits, anatara lain
Ray, Basrah, Kufah, Bagdad, Syam, Mesir dan Hijaz.
Ia menerima hadist dari guru-gurunya antara lain; Ibnu Syaibah, Sahabatnya
Malik dan Abu Ya’la. Abu ya’la berkata,” Ibnu Majah seorang ahli hadist dan
mempunyai banyak kitab”.
Beliau menyusun kitabnya dengan sistematika fiqh, yang tersusun atas: 32
hadist dan 1500 bab dan jumblah hadistnya sekitar 4000 hadist. Syaikh Muhammad
Fuad Abdul Baqi menghitung ada sebanyak 4241 hadist didalammya. Sunan Ibnu
Majah ini berisikan hadist yang shahih, dhaif, bahkan maudhu’. Imam Abdul Faraj
Ibnu Juizi mengkritik dan hampir 30 hadist maudhu didalam Sunan Ibnu Majah
walaupun disanggah oleh As-Suyuti.
Ibnu Katsir berkata,” Ibnu Majah pengarang kitab Sunan, susunannya itu
menunjukan keluasan ilmunya dalam bidang Usul dan furu’, kitabnya mengandung 30
Kitab; 150 bab, 4.000 hadits, semuanya baik kecuali sedikit saja”.
Al-Imam Al-Bushiri menulis hadist tambahan hadist didalam Sunan Abu Dawud
yang tidak terdapat didalam kitabul khomsah sebanyak 1552 hadist didalam
kitabnya Misbah Az-Zujajah fi Zawaid Ibni Majah serta menunjukkan derajat
Sahih, Hasan, dhaif, maupun maudhu’.
Oleh karena itu, penelitian terhadap hadist-hadist didalamnya amatlah urgen dan
penting.
b) Perjalanan
Menuntutilmu
Sama halnya dengan imam imam terdahulu yang gigih menuntut ilmu, seorang
imam terkenal imam ibnu majah juga melakukan perjalanan yang cukup panjang
untuk mencari secercah cahaya ilmu, karena ilmu yang dituntut langsung
sumbersumbernya memiliki nilai tersendiri dari pada belajar diluar daerah ilmu
itu berasal. Oleh sebab itu Imam Ibnu Majah sudah melakukan rihlah ilmiyahnya
kebebeapa daerah seperti, kota-kota diirak, Hijaz, Syam, Pars, Mesir, Basrah,
Kuffah, Mekkah, Madinah, Damaskus, ray (Teheran) dan Konstatinopel. Dalam
pengembaraannya Imam Ibnu Majah bertemu banyak guru yang dicarinya, dari
merekalah nantinya ia menggali sedalam-dalamnya Ilmu pengetahuan dan menggali
potensinya. Rihlah ini akhirnya menghasilkan buah yang sangat manis dan
bermanfaat sekali lagi bagi kelangsungan gizi umat islam, karena perjalanannya ini
telah membidani lahirnya buku yang sangat monumental, yaitu kitab ”Sunan Ibnu
Majah”.
c) Para Guru dan Murid Imam
Ibnu Majah
Dalam perjalanan konteks ilmiyahnya ternyata banyak para syaikh pakar yang
ditemuinya dalam bidang hadist; diantaranya adalah keduaanak syaikh
Syaiban(Abdullah bin Usman), akan tetapi sang imam Ibnu Majah lebih banyak
meriwayatkan hadist dari:
1) Abdullah bin Abi Syiban
2) Abu Khaitsmah Zahir bin
Harb
3) Duhim
4) Abu Mus’ab Az-Zahry
5) Alhafidz Ali bin Muhammad
At-Tanafasy
6) Jurabah bin Mughallis
7) Muhammad bin Abdullah bin
Numayr
8) Hisyam bin Ammar
9) Ahmad bin Al-Azhar
10) Basyar bin Adam
Murid-murid beliau adalah:
1) Abu Hasan Ali bin Ibrahim
Al-qatthan
2) Sulaiman bin Yazid
3) Abu Ja’far Muhammad bin
Isa Al-Mathu’i
4) Abu Bakar hamid Al-Abhary
Keempat murid ini adalah para perawi Sunan Ibnu Majah, tapi yang sampai
pada kita sekarang adalah dari Abu Hasan bin Qatthan saja.
d) Sanjungan Para Ulama’
Terhadap Imam Ibnu Majah
Berkat istiqamah dan kegigihannya dalam dunia pendidikan, ditambah lagi
ketekunannya dalam disiplin hadist, maka wajar apabila Imam Ibnu Majah termasuk
ulama’ yang paling disegani pada masanya. Dan tak heran apabila beliau sering
mendapatkan penghargaan yang tinggi dan sanjungan dari ulama-ulama lainnya.
Abu Ya’la Al-Kahlily Al-qazwiny berkata: “ Imam Ibnu Majah adalah seorang
yang terpercaya yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dan pendapatnya
dapat dijadikan argumentasi. Ia mempunyai pengetahuan yang luas dan banyak
menghafal hadist”. Seorang mufassir dan kritikus hadist besar yang bernama Ibnu
Katsir dalam karyanya “Al-Bidayah” mengatakan: “Muhammad bin yazid (
Ibnu Majah ) adalah pengarang kitab Suanan yang masyhur. Begitulah sebagian
kecil sanjungan yang diterima Ibnu Majah selama ini.
e) Karya-karya Imam Ibnu Majah
Kitab As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (enam kitab
hadist) yang pokok.
Kitab Tafsir Al-quran. Sebuah kitab tafsir yang besar manfaatnya.
Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai Ibnu Majah
f) Metodologi Imam Ibnu
Majah dalam Berijtihad
Kalau kita berbicara seputar metodologi yang digunakan oleh Imam Ibnu Majah
dalam pengumpulan dan penyusunan hadist, maka seyognya kita untuk mengulas
lebih lanjut dari metode sang Imam dalam menyusun kitab “Sunan Ibnu Majah”.
Karena buku yang digunakan sebagai salah satu referensi bagi umat islam ini
adalah buku unggulan beliau yang populer sepanjang kehidupan. Walaupun beliau
sudahberusaha untuk menghindarkannya dari kesalahan penulisan, namun sayang
masih terdapat juga hadist-hadist dho’if bahkan maudu’ didalamnya.
Dalam menulis buku Sunan ini, Imam Ibnu Majah memulainya terlebihdahulu dengan
mengumpulkan hadist-hadist dan menyusunnya menurut kitab atau bab-bab yang
berkenaan dengan masalah fiqh, hal ini seiring dengan metodologi para
muhadditsin yang lain.
g) Wafatnya
Pada tahun 273 H Beliau wafat diusia 64 tahun.[2]
B. Imam At-Tirmidzi
a) Nama
dan Nasab
Imam At-Tirmidzi (209-279 H)
Nama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah
bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadits
kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H di kota
Tirmiz.[3]
b)
Perkembangan dan Perjalanannya
Kakek Abu ‘Isa At-Tirmidzi berkebangsaan Miraz, kemudian pindah ke Tirmiz
dan menetap disana. Dikota inilah cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan. Sejak
kecil Abu Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadist. Untuk keperluan
inilah ia mengembara keberbagai negri: Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain.
Dalam perjlanannya itu ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru hadits
untuk mendengar hadits yang kem dihafal dan dicatatnya dengan baik di
perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan
kesempatan tanpa menggunakannya dengan seorang guru diperjalanan menuju Makkah.
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi
dan tukar pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah
kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan
seperti inilah akhirnya at-Tirmidzi meninggal dunia.
c)
Guru-gurunya dan murid-muridnya
Ia belajar dan meriwayatkan hadist dari ulama-ulama ternama. Diantaranya
adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadist dan fiqh. Juga belajar
kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula hadist dari
sebagian dari mereka.
Guru lainnya adalah:
1)
Qutaibah bin Saudi Arabia’id
2)
Ishaq bin Musa
3)
Mahmud bin Gailan
4)
Said bin ‘Abdur Rahman
5)
Muhammad bin Basysyar
6)
‘Ali bin Hajar
7)
Ahmad bin Muni’
8)
Muhammad bin al-Musanna
Murid-muridnya:
Hadits-hadits
dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya
ialah:
1)
Makhul Ibnu Fadl
2)
Muhammad bin Mahmud ‘Anbar
3)
Hammad bin syakir
4)
‘Ai-bd bin Muhammad
an-Nasfiyyun
5)
al-Haisam bin Kubail asy-Syasyi
6)
Ahmad bin Yusuf an-Nasafi
7)
Abdul ‘Abbas Muhammad bin Mahbud
al-Mahbubi yang meriwayatkan kitab Al-Jami’ daripadanya, dan lain-lain.
d)
Kekuatan
Hafalannya
Abu ‘Isa
aat-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan
ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan
sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah
berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya,
dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata:
“Saya
mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkata: Pada suatu waktu dalam perjalanan
menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menuslis dua jilid berisi
hadits-hadits yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan
kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang
yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa “dua jilid
kitab” itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut,
melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan
dia, saya memohon kepadanya untuk mendengar hadits, dan ia mengabulkan
permohonan itu. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya.
Di sela-sela
pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih
putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat kenyataan ini, ia
berkata: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ lalu aku bercerita dan menjelaskan
kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba bacakan!’
suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi:
‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku.
Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun
kemudian membacakan empat puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang
sulit atau garib, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku
membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum
pernah melihat orang seperti engkau.”
Dia adalah seorang penghafal yang kuat diluar kepala sehingga menjadi
rujukan dalam hafalan dan keakuratan. Mempelajari Hadist, fiqh, dan ilmu-ilmu
lainnya. Sehingga Ibnu Mubarak berkata: “Dalam ilmu fiqh ia pakarnya.”[4]
e)
Pandangan Para
Kritikus Hadits Terhadapnya
Para ulama
besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan
keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus hadits,
menggolangkan Tirmidzi ke dalam kelompok “Siqat” atau orang-orang yang dapat
dipercayai dan kokoh hafalannya, dan berkata: “Tirmidzi adalah salah seorang
ulama yang mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghafal hadits dan
bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama.”Abu Ya’la al-Khalili dalam
kitabnya ‘Ulumul Hadits menerangkan; Muhammad bin ‘Isa at-Tirmidzi adalah
seorang penghafal dan ahli hadits yang baik yang telah diakui oleh para ulama.
Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh wat-Ta’dil. Hadits-haditsnya
diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulama lain. Ia terkenal sebagai seorang
yang dapat dipercaya, seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang
berilmu luas. Kitabnya Al-Jami’us Sahih sebagai bukti atas keagungan
derajatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang
hadits yang sangat mendalam.[5]
f)
Fiqh Tirmidzi
dan Ijtihadnya
Imam Tirmidzi,
di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadits yang mengetahui
kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqh
yang mewakili wawasan dan pandangan luas.
Barang siapa
mempelajari kitab Jami’nya ia akan mendapatkan ketinggian ilmu dan kedalaman
penguasaannya terhadap berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya mengenai
persoalan fiqh mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan
mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Salah satu
contoh ialah penjelasannya terhadap sebuah hadits mengenai penangguhan membayar
piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: “Muhammad
bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami Sufyan menceritakan kepada
kami, dari Abi az-Zunad, dari al-A’rai dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wassalam, bersabda: ‘Penangguhan membayar utang yang dilakukan oleh si
berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu
dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah
pemindahan utang itu diterimanya.” Imam Tirmidzi memberikan penjelasan sebagai
berikut: Sebagian ahli ilmu berkata: ” apabila seseorang dipindahkan piutangnya
kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka
bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan
piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.” Diktum ini adalah
pendapat Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.
Sebagian ahli
ilmu yang lain berkata: “Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi
disebabkan kepailitan muhal ‘alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar
kepada orang pertama (muhil).” Mereka memakai alas an dengan perkataan Usma dan
lainnya, yang menegaskan: “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim.”
Menurut Ishak, maka perkataan “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang
Muslim” ini adalah “Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain
yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada
kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu.”
Itulah salah
satu contoh yang menunjukkan kepada kita, bahwa betapa cemerlangnya pemikiran
fiqh Tirmidzi dalam memahami nas-nas hadits, serta betapa luas dan orisinal
pandangannya itu.
Karya-karyanya
Imam Tirmidzi
banyak menulis kitab-kitab, di antaranya:
1. Kitab
Al-Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi.
2. Kitab
Al-‘Ilal.
3. Kitab
At-Tarikh.
4. Kitab
Asy-Syama’il an-Nabawiyyah.
5. Kitab
Az-Zuhd.
6. Kitab
Al-Asma’ wal-kuna.
Di antara
kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah
Al-Jami’.
Sekilas
tentang Al-Jami’
Kitab ini
adalah salah satu kitab karya Imam Tirmidzi terbesar dan paling banyak
manfaatnya. Ia tergolonga salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang
Hadits) dan ensiklopedia hadits terkenal. Al-Jami’ ini terkenal dengan nama
Jami’ Tirmidzi, dinisbatkan kepada penulisnya, yang juga terkenal dengan nama
Sunan Tirmidzi. Namun nama pertamalah yang popular.
Sebagian ulama
tidak berkeberatan menyandangkan gelar as-Sahih kepadanya, sehingga mereka
menamakannya dengan Sahih Tirmidzi. Sebenarnya pemberian nama ini tidak tepat
dan terlalu gegabah.
Setelah
selesai menyususn kitab ini, Tirmidzi memperlihatkan kitabnya kepada para ulama
dan mereka senang dan menerimanya dengan baik. Ia menerangkan: “Setelah selesai
menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz,
Irak dan Khurasan, dan mereka semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah
tersebut ada Nabi yang selalu berbicara.”
Imam Tirmidzi
di dalam Al-Jami’-nya tidak hanya meriwayatkan hadits sahih semata, tetapi juga
meriwayatkan hadits-hadits hasan, da’if, garib dan mu’allal dengan menerangkan
kelemahannya.
Dalam pada
itu, ia tidak meriwayatkan dalam kitabnya itu, kecuali hadits-hadits yang
diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqh. Metode demikian ini merupakan
cara atau syarat yang longgar. Oleh karenanya, ia meriwayatkan semua hadits
yang memiliki nilai demikian, baik jalan periwayatannya itu sahih ataupun tidak
sahih. Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan
setiap hadits.
Diriwayatkan,
bahwa ia pernah berkata: “Semua hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah
dapat diamalkan.” Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya
(sebagai pegangan), kecuali dua buah hadits, yaitu: Pertama, yang artinya:
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menjamak shalat Zuhur
dengan Asar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab “takut” dan “dalam
perjalanan.”
“Jika ia
peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia.”
Hadits ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukan demikian. Sedangkan
mengenai shalat jamak dalam hadits di atas, para ulama berbeda pendapat atau
tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh
(jawaz) hukumnya melakukan salat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan.
Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli
fiqh dan ahli hadits juga Ibnu Munzir.
Hadits-hadits
da’if dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya hanya menyangkut
fada’il al-a’mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan). Hal itu
dapat dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan
mengamalkan) hadits semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan
bagi hadits-hadits tentang halal dan haram.[6]
Wafatnya beliau
Di akhir
kehidupannya, imam at Tirmidzi mengalami kebutaan, beberapa tahun beliau hidup
sebagai tuna netra, setelah itu imam atTirmidzi meninggal dunia. Beliau wafat
di Tirmidz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H bertepatan dengan 8 Oktober
892, dalam usia beliau pada saat itu 70 tahun.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu hadist adalah ilmu untuk mengetahui syari’at bagi umat islam, yang
berisi segala larangan dan dasar-dasar hukum Islam. Dengan demikian, orang yang
memiliki keahlian dalam bidang hadist mempunyai kemuliaan dan derajat yang
paling tinggi. Sufyan Al-Tsauri berkata, “Aku tidak mengetahui ilmu yang paling
utama setelah ilmu hadist. Karena pepatah mengatakan “tak kenal maka tak
sayang” maka setelah kami memaparkan biografi dua Imam ahli hadist tersebut
diatas kita lebih mencintai para ulama’ terdahulu dan lebih bersemangat dalam
mempelajari hadist-hadist yang beliau rawayatkan kepada kita.
Referensi
Dr, Muhammad Ali As-Sayis, 60 biografi ulama
Syaikh muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Islam sepanjang sejarah
http://rofistera.wordpress.com/,05-05-2014,18:37
Abu Syuhbah Tirmidzi dalam Kutubus Sittah
Bidayah wanihayah, juz 11 hal 66,67
Ebook, Abdus Salam Al indunisy Biografi Ahlul
0 komentar:
Posting Komentar